
KSP Sebut Pemerintah Mempertimbangkan Pembatasan Smelter Nikel

Agung Krisdiyanto, Tenaga Ahli Utama Bidang Industri Perdagangan Kedeputian IIII Kantor Staf Presiden memaparkan kebijakan hilirisasi dalam ‘SOE & Econimics Forum’ yang diselenggarakan Theiconomics.com di Financial Club Jakarta Graha CIMB Niaga, Kamis (12/10).
Kantor Staf Presiden (KSP) mengungkapkan saat ini pemerintah sedang mempertimbangkan pembatasan smelter nikel. Langkah itu dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara penyerapan produk hasil pengolahan dan pemurnian dengan kemajuan industri turunanannya.
Agung Krisdiyanto, Tenaga Ahli Utama Bidang Industri Perdagangan Kedeputian IIII Kantor Staf Presiden mengatakan berdasarkan laporan Kementerian Perindustrian ke KSP, jumlah smelter nikel di Indonesia sebanyak 82 smelter. Sebanyak 35 diantaranya sudah beroperasi. Sementara 30 lainnya dalam tahap konstruksi dan 17 smelter masih dalam perencanaan.
“Pemerintah sekarang sedang memertimbangkan untuk membatasi juga [jumlah smelter], supaya apa? Nikel kita enggak keburu habis sebelum industri turunan di level dua, level tiga, empat dan end produk derivatifnya itu terbangun,” ujar Agung dalam ‘SOE & Econimics Forum’ yang diselenggarakan Theiconomics.com di Financial Club Jakarta Graha CIMB Niaga, Kamis (12/10).
Agung mengatakan smelter yang memproses biji nikel kadar tinggi (saprolit), menjadi Ferronickel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI) merupakan hilirisasi level pertama. Pemerintah, tambah dia, mendorong agar proses hilirisasi ini tak berhenti di level pertama ini, tetapi dilanjutkan level berikutnya. Misalnya Ferronickel diubah menjadi stainless steel.
“Bahkan berikutnya nanti dari stainless steel ke otomotif, industri turunan segala macam. Kita pingin sampai di sana,” ujarnya.
Demikian juga dengan pengolahan nikel kadar rendah atau limonite juga diharapkan sampai pada produksi produk akhir seperti baterai mobil listrik.
“Jangan sampai kita belum membuat baterai, nikel kita sudah habis, gara-gara smelter, yang dieksploitasinya banyak, habis itu diekspor. Ketika industri kita mau bangun itu stok sudah habis,”ujarnya.
Karena itu, tambah Agung, pemerinta sedang “mempertimbangkan supaya kita bisa mencari titik balancing, supaya ketika industri level satu, dua dan tiga dan ikutannya itu tumbuh, kita masih punya cadangan nikel.”
Hilirisasi mineral hingga ke tahap industrialisasi merupakan bagian dari visi menuju Indonesia maju tahun 2045 melalui transformasi ekonomi Indonesia.
Agung mengatakan untuk mencapai visi Indonesia emas tahun 2045, PDB per kapita Indonesia harus mencapai US$23.199. Saat ini, PDP per kapita Indonesia masih di sekitar US$4.000. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus terus dipacu, setidaknya 6% per tahun.
“Kalau tidak, kita akan terjebak di middle income trap selamanya atau dalam waktu lama sehingga rencana untuk menuju Indonesia emas 2045 akan lewat. Dan kalau lewat bonus demografi kita juga akan lewat. Makanya ini momentum kita perlu kejar sama-sama, tidak hanya dari sisi pemerintah tetapi juga dari sisi stakeholder pelaku usaha, masyarakat, akademisi,” ujar Agung.
Hilirisasi, jelas Agung merupakan salah satu instrumen untuk transformasi ekonomi Indonesia. Melalui Undang-Undang Nomor 3 than 2020 tentang mineral dan batubara, pemerintah mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) untuk meningkatkan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian.
Agung mengatakan upaya transformasi ekonomi ini sudah dimulai pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun, baru sampai pada hilirisasi level pertama melalui pembangunan smelter nikel dan mineral lainnya seperti tembaga dan bauksit.
“PR [pekerjaan rumah] kita untuk melanjutkan ini nantinya. Kita jangan berpuas hanya sampai di smelter. Tetapi kita berharap habis smelter misalnya di nikel itu nanti ada feronikel, ada nanti sampai dengan baterai,” ujarnya.
Leave a reply
