
KPPU Mulai Periksa Perusahaan-perusahaan yang Terindikasi Lakukan Kartel Harga Minyak Goreng

Ketua KPPU Ukay Karyadi
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencium aroma kartel di balik kenaikan harga minyak goreng saat ini. Pasar minyak goreng dinilai KPPU hanya dikuasai segilintir pemain (oligopoli) sehingga mereka dengan mudah mengatur harga jual.
Ukay Karyadi, Ketua KPPU memaparkan di Indonesia ada 74 perusahaan produsen minyak goreng yang tergabung dalan dua asosiasi. Kedua asosiasi tersebut adalah Gabungan Indistri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) yang memiliki anggota 33 produsen dan Asosiasi Minyak Makan Indonesia (AIMMI) yang memiliki 44 anggota.
Menurut Ukay, dari 74 produsen ini, bila dikerucutkan lagi sebenarnya hanya ada 30-an perusahaan, karena beberapa diantaranya memiliki keterkaitan dalam kelompok usaha yang sama. Kemudian dari 30-an ini, menurutnya, hanya ada 4 atau 5 yang menguasai pasar.
“Perusahaan-perusahaan tersebut mulai besok [Jumat 4 Februari] oleh KPPU akan dipanggil untuk diminta keterangannya terkait adanya indikasi kartel,” ungkap Ukay dalam diskusi terkait minyak goreng yang digelar INDEF, Kamis (3/2).
Ukay mengatakan indikasi kartel ini terlihat dari adanya kenaikan harga minyak goreng secara merata saat harga CPO naik. Kenaikan harga CPO, oleh produsen minyak goreng ini, menurut dia dijadikan momentum untuk menaikan harga produk. Padahal, perusahaan-perusahaan ini memiliki bisnisi yang terintegrasi secara vertikal, di hulu meguasai perkebunan sawit, dan di hilir memiliki pabrik minyak goreng.
“Padahal seharunsya mereka yang terintegrasi secara vertikal mendapat pasokan dari kebunnya sendiri. Di hulunya mereka menguasai, di hilirnya mereka menguasai. Tetapi mereka tetap mengacu pada harga internasional. Karena mereka yakin, kalau pun harga minyak goreng ini dinaikkan mereka akan tetap laku di pasaran karena permintaan terhadap minyak goreng ini cenderung elastis, berapa pun harga yang ditawarkan akan dibeli masyarakat,” ujarnya.
Perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng ini, menurut Ukay terindikasi secara bersama-sama menaikan harga jual produk. “Harusnya ketika PT A menaikkan harga minyak gorengnya ada peluang PT B untuk mengambil alih pasar PT A. [Tetapi] ini dilakukan secara kompak. Kenaikan secara bersama-sama,” ujarnya.
Akibat kenaikan harga minyak goreng belakangan ini, pemerintah pun melakukan intervensi pasar dengan menetapkan harga eceran tertinggi Rp14.000 per liter. Tetapi kebijakan ini tidak efektif karena di lapangan justri terjadi kelangkaan pasokan. Belakangan pemerintah menempuh kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).
“Problemnya kalau pasarnya cenderung oligopoli, dimana ada integrasi vertikal, tentunya intervensi kebijakan di hilir tanpa membenahi struktur industrinya ini relatif kurang efektif. Karena posisi tawarnya ada di perusahaan-perushaaan besar tersebut,” ujar Ukay.
1 comment
Leave a reply

[…] KPPU Mulai Periksa Perusahaan-perusahaan yang Terindikasi Lakukan Kartel Harga Minyak Goreng […]