KPK Tetapkan Eks Dirut dan Dirkeu Amarta Karya Tersangka Dugaan Proyek Fiktif

0
221
Reporter: Rommy Yudhistira

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) eks Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo dan Direktur Keuangan Trisna Sutisna sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Perbuatan kedua tersangka diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 46 miliar.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, untuk kebutuhan proses penyidikan, tersangka Trisna ditahan selama 20 hari pertama terhitung dari 11 Mei 2023 hingga 30 Mei 2023 di cabang Rutan KPK yang berada di Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara. Sedangkan untuk Catur, KPK mengingatkan tersangka untuk hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya dari tim penyidik KPK.

“Pertama CP, yang kedua TS. Itu inisial kedua orang tersebut. Jadi CP ini belum hadir,” kata Johanis dalam keterangan resminya, Jakarta, Kamis (11/5).

Johanis menuturkan, secara konstruksi perkara, Catur pada 2017 memerintahkan Trisna dan pejabat bagian akuntansi Amarta Karya menyiapkan sejumlah uang yang digunakan untuk kebutuhan pribadinya. Sumber uang yang digunakan diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan Amarta Karya.

“Tersangka TS bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang digunakan untuk menerima pembayaran subkontraktor dari perusahaan tersebut tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya atau dalam hal ini fiktif,” ujar Johanis.

Baca Juga :   Benny Tjokro: BPK dan Kejagung Jangan Korbankan Hanson demi Orang Lain

Selanjutnya, kata Johanis, pada 2018 dibentuk beberapa badan usaha CV fiktif yang bertugas sebagai vendor yang menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan tersebut. Untuk pengajuan pembayaran vendor, Catur selalu memberikan perintah tertulis yang dibarengi dengan persetujuan surat perintah membayar yang ditandatangani Trisna.

Untuk sementara ini, kata Johanis, pihaknya menduga Catur dan Trisna mensubkontrakkan sekitar 60 proyek pengadaan Amarta Karya secara fiktif. Beberapa proyek tersebut meliputi pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, pengadaan konstruksi pembangunan gedung olahraga Universitas Negeri Jakarta, dan pembangunan laboratorium biosafety level 3 Universitas Padjadjaran.

“Uang yang diterima tersangka CP dan TS kemudian diduga digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf, dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya,” ujar Johanis.

Karena itu, kata Johanis, kedua orang ini diduga melanggar ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Menteri BUMN 05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Penggunaan Barang dan Jasa BUMN, serta prosedur Amarta Karya tentang pengadaan barang dan jasa di lingkungan internal.

Baca Juga :   PP Presisi Peroleh Kontrak Baru dari Kota Mojokerto

Keduanya pula disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics