
Kontraksi Ekonomi Indonesia Tak Terlalu Besar, Wamenkeu: Kita Punya Pijakan yang Bagus

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara/Iconomics
Kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 lalu yang sebesar -2,1% dinilai tak sedalam negara-negara lain. Ini menjadi modal yang kuat bagi Indonesia untuk cepat pulih kembali.
“Kita punya pijakan yang bagus. Kalau kita lihat kontraksi Indonesia -2,1%, negara lain ada yang lebih dalam kontraksinya dari Indonesia, yang berati pijakan mereka lebih berat. Jadi, kalau kita lihat pertumbuhan Indonesia kontraksi, tetapi ada pijakan untuk maju ke depan,” ujar Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan dalam acara Temu Stakeholders Untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional di Surabaya, Kamis (1/4).
Karena itu, jelas Suahasil tahun 2021 ini pemulihan ekonomi harus jalan terus. “Kita harus optimis, namun harus tetap waspada,” ujarnya.
Pemerintah, tambahnya, memiliki sejumlah kebijakan prioritas pada tahun ini sebagai game changer. Pertama, interevensi kesehatan. Vaksinasi gratis adalah salah satu bentuknya. Kedua, APBN akan tetap fleksibel. APBN akan menjadi alat pemulihan ekonomi.
Ketiga, tak hanya selamat dan survive, Indonesia juga melakukan reformasi struktural, diantaranya melalui UU Cipta Kerja. “Sehingga ketika nanti intervensi kesehatan vaksinasinya membaik, survival dan recovery membaik, lingkungan usahanya juga membaik,” ujarnya.
Suahasil mengatakan pemulihan ekonomi nasional terus dilakukan dengan angle utama memperkuat konsumsi masyarakat. Karena itu, dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terus digelontorkan untuk memperbaiki konsumsi masyarakat, memperkuat dan mendorong konsumsi pemerintah dan mendorong investasi sektor publik.
“Itulah disain dasar dari APBN 2021, yang kalau kita lihat meskipun di tengah-tengah kondisi ekonomi yang berat, artinya penerimaan turun, namun belanja negara tetap kita naikan. Ini untuk mendorong konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi sektor publik,” jelasnya.
APBN, tambahnya menjadi sumber utama pertumbuhan saat ini, karena dunia usaha sedang mengalami konsolidasi. Karena itu, belanja negara tahun ini mencapai Rp2.700 triliun dengan defisit 5,7% dari PDB.
Dari Rp2.700 triliun belanja pemerintah itu, sebanyak Rp699,43 triliun untuk belanja 5 bidang prioritas yaitu kesehatan, perlindungan sosial, dukungan UMKM dan korporasi, insentif dunia usaha dan beberapa program prioritas. Belanja yang disebut belanja PEN ini lebih tinggi dari realisasi belanja PEN tahun lalu yang mencapai Rp571,9 triliun. “Lima program ini yang akan menjadi game changer kita di tahun 2021,” ujarnya.
Leave a reply
