Keuangan Berkelanjutan: Apa yang Telah dan Akan Dilakukan OJK?

0
169

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan untuk mendukung komitmen pemerintah Indonesia di Paris Agreement dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, OJK telah membuat road map atau peta jalan keuangan berkeanjutan sejak 2015.

Tahap pertama road map ini berlangsung dari 2015 hingga 2019. “Kita saat ini sudah memasuki tahap kedua yaitu 2021-2025. dimana dalam road map kedua ini, kami mempunyai agenda-agenda untuk menyelesiakan kendala-kendala di road map pertama,” ujar Wimboh Santoso dalam  ESG Capital Market Summit 2021, Selasa (27/7).

Untuk road map tahap kedua ini, Wimboh menyampaikan ada empat prioritas yang dilakukan OJK bersama para stakeholder. Pertama, fokus pada penyelesaian taksonomi hijau. Ini adalah suatu pedomaan bersama agar terdapat pemahaman yang sama soal konsep seperti green, green bond, dan green economy dan sebagainya.

“Ini akan sejalan dengan berbagai kebijakanyang telah ada di road map pertama, termasuk diantaranya pelaporan oleh industri jasa keuangan ke OJK,” ujar Wimboh.

Dalam pengembangan taksonomi hijau ini OJK secara aktif ikut serta dalam Financial Stability Baord (FSB) committee, dimana FSB ini juga mempunyai agenda prioritas diantaranya adalah takonomi hijau. Wimboh menegaskan takonomi hijau ini juga menjadi agenda berbagai organisasi multilateral sepeti di ASEAN yang memiliki ASEAN Taxonomy Board.

Baca Juga :   OJK Sempurnakan POJK Pemisahan Unit Syariah Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, Inilah yang Wajib Dilakukan Perusahaan

Fokus kedua dalam road map tahap kedua ini adalah mengembangkan manajemen risiko bagi industri jasa keuangan yang terkait dengan iklim. Manajemen risiko ini, menurut Wimboh, akan menjadi pedomaan bersama. Bahkan di berbagai forum global, sudah ada inisiatif terutama dari negara-negara Uni Eropa, untuk memasukan manajemen risko terkait iklim ini kedalam perhitungan Pilar Satu kebutuhan modal bagi perbankan.

Namun, ia mengatakan penerapannya di negara berkembang tidak perlu terburu-buru. “Ini sangat hati-hati, harus mempunya waktu yang cukup memberikan transisi kepada negara-negara terutama emerging market untuk paham dulu dan tentunya nanti suatu saat akan siap dimasukan dalam Pilar Satu perhitungan modal,” ujarnya.

Fokus keitga dalam road map tahap kedua ini adalah mengembangkan berbagai skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan visible dalam koridor sustainable finance.

Keempat, meningkatkan awareness dan capacity building untuk seluruh stakeholder. Hal ini menurut Wimboh adalah suatu upaya yang terus-menerus dan memerlukan kolaborasi dengan berbagai pihak.

“OJK akan selalu di depan untuk memberikan guidance bagaimana kita bisa melakukan bersama-sama,” ujarnya.

Wimboh menyampaikan untuk percepetaan implementasi keuangan berkelanjutan ini, OJK akan menyiapan taskforce keuangan berkelenjutan bersama-sama dengan  pelaku industri dan juga tentunya pemangku kepentingan terkait baik nasional maupun regional dan global.

Baca Juga :   POJK Sudah Terbit,  Kegiatan Usaha Bulion Butuh Waktu Lama untuk Bisa Berjalan dengan Baik

“Kami optimis melalui kerja sama yang baik, koordinasi yang baik, penyusunan berbagai kebijakan dan regulasi serta implementasi di lapangan akan menjadi mudah apabila kita mempunyai bahasa yang sama terutama dalam taksonomi tadi, dan mempunyai gerak langkah sinergi agar ini bisa berjalan dengan baik dengan tujuan utama adalah bagaimana ini bermanfaat buat ekonomi Indonesia pada khususnya,” ujarnya.

Pada road map tahap pertama 2015-2019, OJK mewajibkan lembaga jasa keuangan untuk menyusun rencana aksi keuangan berkelanjutan (RAKB) dan menyampaikan laporan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik secara periodik.

OJK juga membuat petujuk dalam berbagai peraturan seperti POJK No.51 tahun 2017 tentang penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaa publik, serta POJK No.60 tahun 2017 tentang penerbitan dan persyaratan efek besifat utang berwawasan lingkungan atau green bond. OJK juga menerbitkan Putusan Dewan Komisoner No.24 tahun 2018 tentang insentif pengurangan biaya pungutan sebesar 25% dari biaya pendaftaran dan pernyataan pendaftaran untuk emiten  kategori green bond.

Pada tahun 2020, OJK juga telah mengelurkan insentif untuk mendukung kendaraan bermotor listrik berbasis batrei melalui pengecualian Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dalam proyek produksi kendaraan bermotor listrik berbasis batrei serta keringanan perhitangan ATMR dan penilaian kualitas kredit dalam penilaian proyek tersebut.

Baca Juga :   OJK Terus Mendorong UKM Manfaatkan Dana Pasar Modal

Wimboh mengatakan berbagai stakeholder telah merespons kebijakan-kebijakan OJK tersebut melalui berbagai inisiatif keuangan berkelanjutan. Saat ini ada 13 bank dan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (SMI) yang telah siap mendukung implementasi keuangan berkelanjutan.

“Disamping itu penyaluran kredit dan pembiayaan kepada sektor-sektor ekonomi berorientasi hijau sebesar lebih dari Rp800 triliun yang diharapkan akan terus berkembang setelah adanya taksonomi hijau yang sekarang ini menjadi salah satu prioritas dalam road map  tahap kedua,” ungkap Wimboh.

Selain itu, telah ada penerbtan green bond di Bursa Efek Indonesia oleh PT SMI sebesar Rp500 miliar dengan total target green bond sebesar Rp3 triliun. Ada juga penerbitan global green bond sebesarUS$1,9 miliar atau Rp27,4 triliun di Singapore Exchange oleh BRI, Bank Mandiri dan Barito Pasific Tbk. Selain itu OCBC NISP juga sudah menerbitkan green bond dengan nilai sebesar Rp2,75 triliun yang dilakukan melalui mekanisme private placment melalui IFC.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics