Ketua PB NU Serukan Tata Ulang Permenperin 03/2021

0
1148

Polemik terkait Permenperin 03/2021 dinilai merugikan kepentingan rakyat, terutama UKM dan industri makanan minum (mamin) di Jawa Timur yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat setempat.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj mengatakan, polemik tersebut berakar dari peraturan menteri yang tidak sesuai dengan kenyataan di Jawa Timur. Peraturan tersebut merugikan semua pihak karena bahan baku gula rafinasi yang menjadi jantung produksi UKM dan industri mamin di Jawa Timur harus diambil dari luar Jawa Timur.

Pernyataan tersebut disampaikan di sela-sela kunjungan Ketua Asosiasi Entrepreneur Indonesia (APEI) Muhammad Zakki dan Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIPGR) Dwiatmoko Setiono di Kantor PB NU di Jakarta, Jumat (30/4/2021).

Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka penyampaian aspirasi masyarakat Jawa Timur, khususnya UKM dan IKM yang berbasis pesantren serta industri mamin di Jawa Timur. Penyampaian aspirasi ini dilakukan karena UKM dan industri mamin tidak dapat beroperasi secara efisien akibat bahan baku gula rafinasi yang mahal, diperoleh dari luar Jawa Timur dengan kualitas yang lebih rendah.

Baca Juga :   Sekjen Matahukum: Irjen Kemendag Berperan Penting Awasi Kebijakan Importasi Gula 2024

“Peraturan menteri itu harus ditata ulang, harus objektif, dan tidak merugikan semua pihak. Gula rafinasinya ada, tetapi harus diambil di Banten, Makassar, Cilacap, Lampung. Peraturan ini belum matching dengan kenyataan yang ada,” ujar KH Said Aqil Siradj dalam keterangan tertulis yang diterima Iconomics, Senin (3/5).

Said Aqil menambahkan, importir gula harus melihat kepentingan rakyat, terutama di Jawa Timur. Pengusaha wajar untuk mencari keuntungan, namun jangan sampai merugikan rakyat. “Kartel adalah monopoli yang merugikan rakyat. Boleh ada keuntungan tetapi jangan sampai mencekik rakyat, jadi harus ditata ulang supaya tidak terjadi hal seperti ini,” tegas dia.

Dwiatmoko mengatakan, pemerintah seharusnya berpihak pada masyarakat dan industri berbasis gula rafinasi dengan menyediakan bahan baku yang berkualitas tinggi standard internasional, berkelanjutan, konsisten, dengan harga yang bersaing. Sebagaimana diketahui, industri mamin salah satu kontributor penyumbang PDB terbesar di Indonesia.

Permenperin 03/2021 membuat industri mamin, khususnya di Jawa Timur harus menanggung biaya yang lebih besar dan menurunkan daya saing secara signifikan. Menjadi tidak masuk akal, karena sebagian besar pabrik gula rafinasi berada di Banten, sementara banyak UKM dan industri mamin berada di Jawa Timur. Kondisi ini secara langsung berdampak mematikan UKM dan industri mamin di Jawa Timur.

Baca Juga :   Mendag: Wabah Covid-19 Tak Pengaruhi Produksi Gula

“Harus dipikirkan lamanya perjalanan dari Banten ke Jawa Timur, kepadatan lalu lintasnya bagaimana, ongkos angkutnya berapa. Selama ini UKM dan industri mamin di Jawa Timur sudah mendapat pasokan gula rafinasi yang konsisten dengan kualitas berstandar internasional dan harga kompetitif dari pabrik gula di Jawa Timur. Permenperin ini malah melarang dan meniadakan kesempatan industri mamin dan UKM untuk maju dan berkompetisi dalam perkancahan global, hal ini yang tidak masuk akal,” katanya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Halaman Berikutnya
1 2

Leave a reply

Iconomics