
Ketua LPS: Tidak Perlu Khawatir dengan Tapering dan Potensi Kenaikan Suku Bunga di Amerika Serikat

Ketua Dewan Komisoner Lembaga Penjamian Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa
Ketua Dewan Komisoner Lembaga Penjamian Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan Indonesia tak perlu khawatir dengan kebijakan tapering dan potensi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya The Fed telah mengumumkan bahwa akhir November ini mulai melakukan pengurangan pembelian US Treasury sebanyak US$10 miliar dan Mortgage-backed security sebanyak US$5 miliar setiap bulannya secara perlahan-lahan.
“Hal ini memang mengawali proses tapering di AS. Namun, bukan berarti tiba-tiba kebijakan moneter AS menjadi kontraktif. Sebaliknya kebijakan moneter AS tetap akomodatif. Hanya saja level ekspansi moneternya dikurangi secara perlahan,” ujar Purbaya dalam webinar Economic Outlook 2022-Arah Pergerakan Suku Bunga 2022 yang diselenggarakan oleh Beritasatu, Senin (22/11).
Purbaya mengatakan The Fed telah dengan baik mengkomunikasikan kebijakan ini jauh sebelum November dan pasar sudah merespons dengan baik. Sehingga, menurutnya, efek taper tantrum secara global tidak seburuk seperti tahun 2013 yang lalu.
Gubernur The Fed Jerome Powell, tambah Purbaya, juga telah menyatakan bahwa tapering ini tidak akan diikuti dengan peningkatan suku bunga Fed dalam waktu dekat. Menurut Purbaya perkiraan banyak lembaga riset internasional kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat baru akan terjadi pada kuartal ketiga atau keemapt tahun 2022.
“Pasar mulanya agak khawatir ketika The Fed akan mulai menaikan suku bunga. Tetapi hal yang perlu diperhatikan adalah The Fed dalam menaikan bunga itu bukan untuk membawa ekonominya ke masa resesi tetapi mengendalikan pertumbuhan ekonomi supaya ekonomi Amerika tidak kepanasan sehingga dia bisa tumbuh dalam waktu yang lama dalam level yang sesuai dengan tingkat ekonominya. Kalau Amerika mungkin 2-3%,” ujar Purbaya.
Artinya, tambah Purbaya, kenaikan suku bunga di AS harusnya itu bukan sinyal negatif, malah itu sinyal positif. Ia mengatakan bila mencermati data siklus bisnis AS dan siklus bisnis Indonesia secara historis terdapat korelasi yang positif. Biasanya kalau ekonomi AS tumbuh, ekonomi Indonesia juga tumbuh dan sebaliknya bila ekomi AS resesi, Indoneisa juga. “Saat ekonomi AS pulih dari resesi dan tumbuh positif maka dampaknya akan positif pula kepada ekonomi Indonesia,” ujarnya.
Indonesia juga tidak perlu khawatir dengan keniakan suku bunga di AS, karena menurut Purbaya, belajar dari pengalaman tahun 2015, saat The Fed pertama kali menaikan suku bunga setelah krisis 2008, kebijakan moneter Indonesia tetap suportif dan akomodatif. “Kebijakan yang akomofatif baik dari sisi fiskal maupun dari sisi moneter akan mampu menjaga pemulihan ekonomi nasional untuk tetap solid di tahun 2022 ini,” ujarnya.
Halaman BerikutnyaLeave a reply
