Ketua DK OJK: Indonesia Membutuhkan Dana Rp6.700 Triliun untuk Penanganan Iklim Hingga 2030

0
163

Untuk mendukung agenda penanganan perubahan iklim, Indonesia bersama Amerika Serikat telah membentuk Task Force Climate Change dimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi anggota di Working Group 4 terkait Sustainable and Blended Finance for Our Common Future.

Ketua Dewan Komisoner OJK, Wimboh Santoso mengatakan tantangan terbesar dalam Working Group 4 ini adalah menyediakan pembiayaan berkelanjutan untuk menangani perubahan iklim. Transisi dari ekonomi konvensional kepada ekonomi berkelanjutan yang berfokus kepada lingkungan, jelas Wimboh, membutuhkan biaya sangat besar.

“Di Indonesia sendiri, kebutuhan dana penanganan iklim mencapai US$479 miliar atau kisaran Rp6.700 triliun (Rp745 triliun per tahun) hingga 2030,” ujar Wimboh dalam acara Tantangan Milenial Merebut Peluang Akses Pembiayaan dalam Ekonomi Hijau di Solo, Selasa (28/12).

Beberapa negara, menurut Wimboh telah menyediakan anggaran yang cukup besar di tahun 2022 untuk mendukung pengembangan ekonomi hijau diantaranya Jepang sebesar US$ 40 miliar dan Amerika Serikat sebesar US$ 36 miliar.

Kebutuhan pembiayaan untuk menangani perubahan iklim ini, jelas Wimboh, tentunya tidak dapat ditanggung hanya dengan APBN. Dibutuhkan sinergi antara swasta dan Pemerintah serta bantuan organisasi internasional untuk dapat secara optimal menyokong kebutuhan pembiayaan yang sangat besar tersebut.

Baca Juga :   OJK Luncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perasuransian Indonesia 2023-2027

OJK sebagai otoritas di sektor keuangan memiliki andil yang besar dalam menyusun kebijakan keuangan berkelanjutan di sektor keuangan dalam mendukung implementasi ekonomi hijau. Kebijakan ini dimulai dengan penerbitan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I (2015-2020).

Pada Roadmap Tahap I, melalui POJK Nomor 51 Tahun 2017, OJK mewajibkan lembaga jasa keuangan untuk menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB). Selain itu, terdapat kewajiban bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report).

“Hasilnya, Indonesia memperoleh peringkat satu berdasarkan survei tentang tingkat kepercayaan terhadap perusahaan yang menyampaikan laporan kinerja keberlanjutan dari Globescan and Global Reporting Initiative di tahun 2020,”ungkapnya.

Selanjutnya OJK menyusun Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021-2025) yang isinya menyempurnakan beberapa hal dalam Roadmap Tahap I yaitu: belum tersedianya taksonomi hijau; belum terintegrasinya risiko keuangan perubahan iklim (climate related financial risk) ke dalam kerangka mitigasi risiko; belum tersedianya insentif untuk penerbitan instrumen keuangan berkelanjutan, dan rendahnya awareness industri keuangan mengenai Inisiatif Keuangan Berkelanjutan.

Baca Juga :   Berapa Lagi Investor Inggris Bakal Guyur Green Financing?

Untuk itu, dalam Roadmap Tahap II, OJK memiliki fokus pada, pertama penyelesaian Taksonomi Hijau, sebagai acuan nasional dalam pengembangan produk-produk inovatif dan/atau keuangan berkelanjutan.

Kedua, mengembangkan kerangka manajemen risiko berbasis keuangan berkelanjutan untuk Industri Jasa Keuangan dan pedoman pengawasan berbasis risiko iklim untuk pengawas.

Ketiga, mengembangkan skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan feasible.

Keempat, meningkatkan awareness dan capacity building untuk seluruh stakeholders yang tentunya menjadi target yang bersifat continuous dan multiyears.

“Dapat kami sampaikan juga bahwa kami telah membentuk Task Force Keuangan Berkelanjutan dimana kick-off-nya pada awal Oktober lalu. Kehadiran Task Force ini menjadi suatu platform koordinasi sektor jasa keuangan yang terintegrasi untuk ekosistem Keuangan Berkelanjutan di Indonesia serta meningkatkan green financing oleh lembaga jasa keuangan,” ujar Wimboh.

OJK juga akan terus melakukan pengembangan keuangan berkelanjutan tidak hanya dari sektor perbankan, namun juga pasar modal. Diantaranya melalui pengembangan ESG Leaders Indeks dan Indeks Sri Kehati, serta dalam mendukung operasionalisasi carbon market di Indonesia.

Leave a reply

Iconomics