Kemenaker: Iuran Tapera Tak Berlaku untuk di Bawah Upah Minimum

0
91
Reporter: Rommy Yudhistira

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut buruh/pekerja yang memiliki gaji di bawah upah minimum tingkat provinsi dan kabupaten/kota tidak masuk dalam skema Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Sebab, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hanya mengatur upah di atas upah minimum provinsi dan kabupaten/kota.

“Jadi sekali lagi ini hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang gajinya di atas upah minimum provinsi maupun di atas upah kabupaten/kota,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri dalam keterangan resminya di kantor KSP, Jakarta, Jumat (31/5).

Indah mengatakan, PP 21/2024 diterbitkan untuk menjalani amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Dalam PP 21/2024 Pasal 15, mekanisme pemotongan upah bagi pekerja non-ASN akan diatur dalam suatu peraturan tingkat menteri yang menyelenggarakan urusan bidang ketenagakerjaan.

Karena itu, kata Indah, Kemenaker akan menerbitkan peraturan menteri ketenagakerjaan (Permenaker) untuk menindaklanjuti amanat kebijakan tersebut. Turunan dari peraturan tersebut akan diterbitkan paling lama pada 2027 mendatang.

Baca Juga :   Pemerintah Prioritaskan Isu Pembangunan Ekosistem Ketenagakerjaan sebagai Respons Bonus Demografi

“Jadi saya ingin menyampaikan pada kesempatan ini, PP 21/2024 tidak serta merta langsung memotong gaji atau upah para pekerja non-ASN. Karena nanti potongannya, mekanismenya itu akan diatur dalam peraturan menteri ketenagakerjaan. Itu mengenai mekanismenya,” ujar Indah.

Penolakan pelaku usaha dan elemen serikat pekerja terhadap Tapera, kata Indah, sebelum menerbitkan Permenaker, Kemenaker memiliki waktu untuk mensosialisasikan kepada para pihak yang berkepentingan. Sebelum Permenaker diterbitkan, tidak akan ada pemotongan upah untuk Tapera.

“Kami juga terbuka untuk menerima masukan dari teman-teman stakeholders ketenagakerjaan. Jadi tenang saja kita akan terus melakukan diskusi secara masif,” ujar Indah.

Hal serupa, kata Indah, juga berlaku untuk potongan upah bagi pekerja lepas di mana hingga saat ini Kemenaker masih menyusun regulasi teknis mengenai aturan tersebut. Kemenaker berjanji akan melibatkan para stakeholders untuk mendiskusikan masalah itu.

“Kalau nanti pengusaha tidak happy dengan UU ini kan ada mekanismenya. Jadi PP ini memang amanat dari UU. Jadi nanti Permenaker pun atau peraturan menteri lain hadir itu memang amanat dari peraturan yang lebih tinggi,” kata Indah.

Baca Juga :   Kemenaker Panggil Komut Sritex untuk Jelaskan Kabar PHK 2.500 Buruh, Simak Penjelasan Iwan Lukminto Dihadapan Wamenaker Noel

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali diberlakukannya PP 21/2024. Hal itu dilakukan lantaran pengusaha akan dikenakan tambahan beban yang harus dikeluarkan untuk pekerja sebesar 0,5%. Sementara pekerja akan dikenakan beban sebesar 2,5% dari upah yang dihasilkan.

Shinta menilai, aturan Tapera terbaru dapat menambah beban tambahan baik dari sisi pemberi kerja maupun pekerja. Untuk saat ini, Shinta menyebutkan, beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24%-19,74% dari penghasilan pekerja.

“Pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini sesuai dengan regulasi PP No.55/2015 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, di mana sesuai PP tersebut, sesuai PP maksimal 30 % Rp 138 triliun, maka aset JHT sebesar Rp 460 triliun dapat digunakan untuk program MLT (manfaat layanan tambahan) perumahan Pekerja. Dana MLT yang tersedia sangat besar dan sangat sedikit pemanfaatannya,” ujar Shinta.

Leave a reply

Iconomics