Kasus Jiwasraya: Kejagung Berubah-Ubah, dari Pelapor hingga Perkiraan Kerugian?

0
1115

Kejaksaan Agung membantah laporan dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero) berawal dari Rini Soemarno, mantan Menteri BUMN periode sebelumnya. Kejaksaan Agung memastikan identitas pelapor kasus ini dirahasiakan.

“Kami rahasiakan siapapun yang mengadu. Jadi, kami tidak akan buka. Kami tidak bisa menyebutkan itu karena undang undang menjaminnya,” tutur Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (28/2).

Keterangan Burhanuddin ini tentu saja menepis semua penjelasan Kejaksaan Agung selama ini. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiono pada pertengahan Januri lalu menyampaikan, pelapor kasus dugaan korupsi Jiwasraya adalah Rini Soemarno. Rini melaporkan dugaan fraud di Jiwasraya pada 17 Oktober 2019, 3 hari sebelum masa jabatannya berakhir.

Berkat laporan Rini itu, Kejaksaan lantas menyelidiki kasusnya. Kemudian, pada 17 Desember 2019, status ini naik ke tahap penyidikan dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT33/F.2/Fd.2/12/2019.

Menurut Hari, penyidikan perkara tersebut terus dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti. Tujuannya membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berdasarkan pemeriksaan penyidik menemukan adanya dugaan penyalahgunaan investasi yang melibatkan setidaknya 13 perusahaan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Baca Juga :   Bertahan di Masa Covid-19, Telkomsel Akan Fokus di 3 Tahapan Ini

Setelah itu, tepatnya pada 14 Januari 2020, penyidik Kejaksaan Agung menetapkan 5 tersangka yaitu Komut PT Hanson International Benny Tjokrosaputro; Preskom PT Trada Alam Minera (Tram) Heru Hidayat; mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo; mantan Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim; dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan.

Kemudian, menyusul Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto sebagai tersangka ke-6 dalam kasus itu. Awalnya, tim penyidik Kejaksaan Agung memperkirakan kerugian negara akibat adanya transaksi-transaksi yang tak sesuai ketentuan itu mencapai Rp 13,7 triliun. Dalam perkembangannya, perkiraan kerugian negara meningkat menjadi Rp 17 triliun. Dasarnya? Tak ada penjelasan.

Kejaksaan Agung tampaknya tak pernah satu suara dalam berbagai hal terkait kasus Jiwasraya ini. Awalnya disebut melibatkan 13 perusahaan tapi tak pernah ada penjelasan seperti apa keterlibatan 13 perusahaan itu menggerogoti Jiwasraya. Bahkan kenyataannya hanya terlibat 3 perusahaan.

Kemudian, angka perkiraan kerugian negara juga berubah-ubah. Dari awalnya Rp 13,7 triliun kini berubah menjadi Rp 17 triliun. Tapi, sama sekali tidak ada penjelasan mengapa angka kerugian itu bisa berubah. Terakhir soal pelapor kasus ini. Awalnya Kejaksaan Agung bilang pelapornya Rini Soemarno, kini penjelasan itu dibantah lagi oleh Jaksa Agung Burhanuddin.

Baca Juga :   Menteri BUMN: Lokananta adalah Salah Satu Aset BUMN yang Terbengkalai, Kini Berhasil Direvitalisasi

Lantas, bagaimana sebenarnya duduk perkara Jiwasraya ini?

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics