Jokowi Lempar Wacana Stop Ekspor CPO, CORE Indonesia: Secara Konsep Banyak Benarnya

1
836

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melempar wancana untuk menghentikan ekspor minyak sawit mentah atau CPO. Meski tidak menyebutkan kapan waktunya, tetapi ini merupakan bagian dari program hiliriasi sumber daya alam Indonesia seperti yang dilakukan pada nikel dan bauksit.

“Suatu titik nanti setop yang namanya ekspor CPO. Harus jadi kosmetik, harus jadi mentega, harus jadi biodiesel, dan turunan-turunan lainnya,” ujar Presiden dalam arahannya kepada Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXII dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII Tahun 2021 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10) yang dikutip dari laman setkab.go.id.

Dimintai tanggapannya soal wacana menghentikan ekspor CPO ini, Direktur Eksekutif Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan secara konsep rencana tersebut “banyak benarnya”. Sebab, rencana tersebut memiliki maksud untuk meningkatkan nilai tambah. Jadi, produk yang diekspor adalah produk turunan yang memiliki nilai tambah yang tinggi, bukan bahan mentah. “Itu dampaknya bagi ekonomi dan bagi ekspor juga berkali kali lipat daripada kita ekspor bahan mentah,” ujar Faisal kepada Theiconomics, Kamis (14/10).

Baca Juga :   Presiden Jokowi Beberkan Nilai Strategis Penguatan Industri Biodiesel

Faisal mengatakan konsep hilirisasi sawit sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia. Program-program hilirisasi atau pembangunan industri pengolahan sawit sudah dimulai sejak lama dan sudah berjalan. Produk turunan yang sudah dihasilkan antara lain adalah minyak goreng dan biodiesel.

“Cuma memang belum terlalu diversified, belum terlalu sophisticated. Masih banyak yang (bisa) dikembangkan industrinya. Kalau dibandingkan dengan Malaysia kita masih ketinggalan untuk membangun pengolahan turunan dari pada sawit,” ujarnya.

Karena itu, menurut Faisal, hilirisasi sawit ini memang perlu terus didorong karena memberikan dampak yang besar. Biodiesel misalnya. Apabila program B30 dan seterusnya lancar, bisa mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan di sisi lain juga akan mengurangi emisi karbon. Namun, menurut Faisal, pengembangan biodiesel juga berjalan lamban karena masih banyak permasalahan teknis yang harus diselesikan oleh pemerintah. Misalnya soal harga dan konsistensi pasokan. Konsistensi pasokan sangat penting agar industri di hilir yang menyerap produk biodiesel yaitu industri otomotif bersedia berinvestasi membangun produk-produk otomotif yang sesuai spesifikasi.

Baca Juga :   Ekspor Minyak Sawit Lebih Rendah, Stok Bertambah

Meski setuju mendorong hilirisasi sawit, Faisal mengatakan penghentian ekspor CPO tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba. “Bukan hanya karena demand terhadap bahan mentah masih banyak di luar negeri, tetapi juga kemampuan untuk menyerap supply bahan mentah untuk diolah ini seberapa banyak. Sudah siap enggak di dalam negeri? Industrinya sudah siap belum? Karena perlu dibangun industri hilirnya untuk mengolah bahan mentah ini. Sebagian sudah ada, tetapi kalau lantas semuanya diolah (di dalam negeri), ini industri yang mengolahnya mana? Jadi, harus dibangun industri hilirnya,” ujar Faisal.

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), tahun 2020 lalu, konsumsi produk minyak sawit pasar domestik mencapai 17,35 juta ton, naik 3,6% dari tahun 2019 yang sebesar 16,75 juta ton. Konsumsi domestik ini antara lain untuk pangan, oleokimia, dan biodisel.

Sementara ekspor sawit Indonesia pada tahun 2020 mencapai 34 juta ton, turun dari 37,39 juta ton pada 2019. Meski dari sisi volume turun, nilai ekspor produk minyak sawit pada tahun 2020 naik menjadi US$22,97 miliar dari US$20,22 miliar pada 2019.

1 comment

Leave a reply

Iconomics