
Industri Domestik Belum Bisa Serap, Asosiasi Minta Pemerintah Tak Larang Ekspor Timah Batangan

Pelaku usaha pertimahan Indonesia meminta pemerintah tak melarang ekspor tumah/Foto: YouTube
Asosiasi Eskportir Timah Indonesia (AETI) meminta pemerintah untuk tak melarang ekspor timah ingot atau timah batangan. Ketua umum AETI, Alwin Albar mengungkapkan industri dalam negeri hanya mampu menyerap sekitar 5% dari total produksi logam timah atau timah batangan di Indonesia.
Alwin menjelaskan sebenarnya Indonesia tidak lagi mengekspor timah dalam bentuk biji atau raw material melainkan dalam bentuk ingot yang memiliki kualifikasi 99,99% ata SN 99,99 sejak tahun 2003 lalu.
“Industri pengolahan hilirisasi timah sudah berkembang sejak sebelum Undang-Undang No.4 tahun 2009 muncul. Khusus mineral timah sudah dilarang ekspor sejak tahun 2003, ada SK Menperindag No.443/MPP/Kep/5/2002, yang efektif 2003,” ujar Alwin dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (28/11).
Karena itu, menurut Alwin bila saat ini pemerintah sedang berencana melarang ekspor timah batangan atau ingot, itu artinya isunya bukan lagi hilirisasi timah, tetapi industrialisasi timah. Tetapi persoalannya, industri dalam negeri yang menyerap produk ingot atau logam timah ini belum ada.
“Data hari ini penyerapan logam [timah] domestik masih kecil, hanya 5% dari produksi logam timah nasional,” ujarnya.
Produksi logam timah di dalam negeri, menurutnya sekitar 70 ribu hingga 80 ribu ton per tahun. Produk tersebut antara lain diserap oleh produk hilir PT Timah Tbk yaitu solder dan chemical sekitar 3.000 ton per tahun. Kemudian, permintaan juga berasal dari Latinusa (PT Pelat Timah Nusantara Tbk) dan pabrik tinplate di Cilegon milik Nippon Steel.
Karena itu, bila kebijakan larangan ekspor ingot ini diberlakukan, dampaknya akan sangat terasa terutama oleh para penambang timah yang 70% dilakukan oleh masyarakat.
“Jika kami pelaku bisnis tidak bisa jualan, akan merembet ke hulu dan bisnis hulu akan terganggu, khawtirnya karena 70% dilakukan oleh masyarkat akan ada isu-isu.Jadi, kita mesti pastikan bahwa regulasi yang sedang digodok oleh pemerintah ini mampu mempertimbangkan sampai ke arah situ,”ujarnya.
Di Provinsi Bangka Belitung, sebagai pengasil timah di Indonesia, lebih dari 162 ribu masyarakat bekerja di sektor pertimahan. Sebanyak 160 ribu diantaranya bekerja di pertambangan timah dan sekitar 3.000 hingga 4.000 di perusahaan smelter timah. Sektor pertimahan ini berkontribusi sekitar 30,4% pada PDRB Bangka Belitung pada tahun 2021 lalu.
Secara nasional, ekspor timah menurut Alwin menyumbang US$2,4 miliar pada devisa negara pada tahun 2021 lalu. PNBP dari royalti timah pada tahun 2021 mencapai Rp1,17 triliun.
Leave a reply
