INDEF Minta Kaji Ulang Rencana Kenaikan Tarif PPN Tahun 2022

1
525

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meminta pemerintah mengkaji kembali rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari saat ini 10%. Berdasarkan Undang-Undang N0.42 tahun 2009, ruang kenaikan tarif PPN masih dimungkinkan hingga maksimal 15% dan penagaturannya bisa melalui Peraturan Pemerintah (PPN).

Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif INDEF mengatakan sinyal adanya kenaikan tarif PPN pada tahun 2022 terungkap dari paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat Musrenbangnas beberapa waktu lalu.

“Saya kira rencana kenaikan PPN paling tinggi 15% harus dikaji ulang, kalau perlu dibatalkan karena memang sampai tahun 2022 sekalipun bahkan 2023 kita masih periode pemulihan ekonomi dan kita belum tahu Covid ini kapan selesai,” ujar Tauhid dalam diskusi ‘PPN 15%, Perlukah di Masa Pandemi’, Selasa (11/5).

Kenikan tarif PPN ini juga belum tentu akan menaikan penerimaan negara. Karena, menurut Tauhid, ketika tarif ini ditingkatkan harga sejumlah produk konsumsi akan naik sehingga menurunkan permintaan. “Ini yang harus hati-hati ketika pemerintah mencoba menaikan tarif ini belum tentu semua bisa sesuai dengan target yang diinginkan,” ujarnya.

Baca Juga :   Selain Bansos dan Insentif UMKM, Kerja Sama yang Erat Kunci Pemulihan Ekonomi

Kenikan tarif PPN juga akan melemah daya saing Indonesia dalam hal investasi dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asean. Tarif PPN sebagian besar negara di Asean saat ini berada di kisaran 10%.

Ahmad Heri Firdaus, Peneliti Centre of Industry, Trade, and Investment, INDEF menambahkan kenaikan tarif PPN (single tarif) akan menyebabkan penurunan daya saing industri. Karena terjadi peningkatan biaya produksi. Kenaikan PPN juga akan menyebabkan penurunan daya beli di tengah rendahnya daya beli masyarakat di tengah pandemi. “Semakin melemahnya daya beli masyarakat tentu akan berdampak pada penurunan penjualan dan utilisiasi industri,” ujar Ahmad.

Seiring dengan kenaikan PPN, tambah Ahmad, industri juga akan memerlukan modal kerja tambahan. Sementara di sisi lain, di tengah pandemi dan pasca pandemi, perbankan justru menurunkan plafon kredit bagi beberapa industri. Akibatnya, pelaku usaha kesulitan mendapatkan modal kerja.

“Sulitnya perolehan modal kerja tentunya akan semakin menekan utilisasi industri. Dengan rendahnya utilisasi industri, kenaikan PPN tidak akan memberikan manfaat bagi pemerintah. Ujung-ujung, bukan penerimaan yang membaik, malah kita akan tersandera dalam situasi pelemahan ekonomi pasca pandemi,” ujarnya.

Baca Juga :   Indef: Jangan-jangan Ini Titik Permulaan untuk Jatuh ke Jurang yang Lebih Dalam

 

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

1 comment

Leave a reply

Iconomics