
IESR: Pemerintah Perlu Rombak Strategi untuk Kejar Bauran Energi Terbarukan 23% di 2025

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR/Dok.IESR
Fabby Tumiwa menambahkan bahwa dari hasil kajian IESR, ada potensi 4,5 GW kapasitas PLTU yang bisa dipensiunkan sebelum 2025, dan tambahan 3 GW dari daftar proyek PLTU di RUPTL 2021-2030 yang punya kemungkinan dibatalkan. Pengakhiran operasi PLTU tua dan tidak efisien sebelum 2025 memungkinkan masuknya energi terbarukan yang lebih besar.
“Kontras dengan janji pemerintah untuk mengurangi PLTU batubara sebelum 2030, produksi batubara justru ditargetkan menjadi 695 juta ton tahun ini. Kenaikan produksi ini berasal dari peningkatan kebutuhan domestik/DMO yang naik menjadi 177 juta ton. Salah satu faktor yang mendorong kenaikan ini adalah permintaan domestik yang berasal dari pembangkitan listrik, termasuk PLTU captive dan PLTU yang terintegrasi dengan kawasan industri (PPU) di luar sistem PLN. Kenaikan permintaan ini menjadi jalan terjal bagi pemerintah untuk mencapai target emisi puncak sektor kelistrikan 290 juta ton CO2 di 2030, seperti yang disepakati di JETP,” jelas Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR.
Selanjutnya pemerintah merencanakan untuk menerapkan B35 pada Februari 2023 dengan alokasi kebutuhan biodiesel sebesar 13 juta kl. Sementara, untuk meningkatkan 40% rasio pencampuran biodiesel diperkirakan membutuhkan produksi 15 juta kl biodiesel. IESR berpandangan Indonesia bahkan bisa mengimplementasikan B40 di akhir 2023.
“Kapasitas produksi biodiesel saat ini sudah mencapai 17,5 juta kl dan akan meningkat terus mendekati angka 19,5 juta kl di akhir 2023 seiring dengan pertambahan beberapa pabrik baru. Jadi, produksi biodiesel bisa dioptimalkan untuk peningkatan campuran biodiesel menjadi B35, bahkan hingga B40. Apalagi jika harga minyak dunia masih cenderung tinggi seperti saat ini. Namun, harus tetap menyeimbangkan keberlanjutan dari produksi CPO-nya,” urai Deon.
IESR memandang pemerintah harus lebih berani dalam memimpin proses transisi energi dan melaksanakan janji dalam Bali Compact, hasil presidensi Indonesia pada G20 2022, dan menunjukkan pengaruhnya dalam kepemimpinan di ASEAN tahun ini untuk menarik lebih banyak investasi di sektor energi terbarukan. Capaian investasi energi terbarukan yang hanya di angka US$1,6 miliar tergolong kecil.
“Political will untuk pengembangan energi terbarukan perlu ditingkatkan dan juga didukung dengan kekonsistenan regulasi (seperti regulasi PLTS atap) yang memberikan dukungan lebih pada energi terbarukan dibandingkan energi fosil. Sebagai contoh political will ini dapat berkaca dari target pengembangan energi terbarukan pemerintah yang malah turun di tahun ini dibanding sebelumnya. Lainnya seperti perkembangan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang masih memberikan dukungan pada energi fosil sehingga tidak memberikan sinyal yang jelas ke pasar. Kepercayaan investor dalam berinvestasi ke energi terbarukan di Indonesia perlu dibangun karena merupakan prasyarat mutlak untuk menarik investasi, ” imbuh Deon.
Halaman BerikutnyaLeave a reply
