
Holding Ultra Mikro Masih Terganjal Dua Ketentuan di OJK

Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo
Meski sudah final, pembentukan holding ultra mikro yang mengintegrasikan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani/PNM (Persero) , masih menyisahkan ganjalan.
Secara formal, pada 13 September lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyerahkan akta inbreng bahwa Pegadaian dan PNM secara efektif telah ada di bawah BRI sebagai induk holding ultra mikro.
Namun, ternyata masih ada sedikit ganjalan dalam integrasi ketiga perusahaan plat merah ini. Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan ganjalan terutama terkait dengan regulasi yang ada di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang kini sedang dicarikan jalan keluarnya.
Pertama, meski OJK sudah menyetujui integrasi ketiga BUMN ini dengan BRI sebagai induk, tetapi salah satu unit bisnis Pegadaian belum bisa diintegrasikan yaitu Galeri 24. Ini adalah unit bisnis Pegadaian untuk penitipan emas.
“Nah ini pada waktu persetujuan OJK memang masih di-pending untuk 3 tahun ke depan, karena memang di konsep pengaturan di OJK Perbankan itu perushaaan non keuangan itu dilarang menjadi anak usaha perbankan,” ujar Kartika saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (22/9).
“Kami sedang mencari aturan yang bisa menyesuaikan sehingga nanti Galeri 24 ini diupayakan tetap menjadi bagian dari holding ultra mikro,” tambahnya.
Saat ini, jelasnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian kebetulan juga sedang menggodok peraturan baru mengenai bank bullion yaitu bank yang menyimpan emas secara fisik.
“Sebenarnya Pegadaian sudah melakukan itu tetapi masih dalam konsep titipan. Nah ini yang kami sedang tunggu, apabila memang ada aturan baru mengenai bank bullion, tentunya kami akan mengajukan Pegadaian sebagai institusi yang akan menjadi bank bullion karena memang secara efektif Pegadaian sudah mempunyai tabung emas yang sebenarnya secara prinsip adalah bank bullion, namun dengan konteks titipan bukan tercatat di neraca,” ujarnya.
Tiko mengatakan Pegadaian bisa menjadi bank bullion di Indonesia bila nanti regulasinya benar-benar sudah diterbitkan.
Isu kedua yang juga masih menjadi ganjalan adalah terkait dengan ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Tiko mengatakan aturan perbankan menyebutkan bahwa BMPK kepada pihak terkait itu nilainya 10% dari modal.
“Kami dalam diskusi dengan OJK sudah menyampaikan bahwa kami akan mengajukan pengecualian bahwa khusus untuk Pegadaian dan PNM nanti kedepan kita upayakan semaksimal mungkin agar mendapatkan BMPK 30%,” ujarnya.
Tiko mengatakan BMPK 30% memberikan ruang yang besar bagi BRI untuk bisa menyalurkan pembiayaan ke Pegadaian dan PNM. Dengan begitu, Pegadaian dan PNM bisa mendapatkan pembiayaan murah yang lebih besar dari Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI sehingga bisa menurunkan biaya dana di kedua perushaaan tersebut.
“Kami mohon dukungan agar bisa mendapatkan pengecualian BMPK khusus terkait dengan pembiayaan pihak terkait khusus Pegadaian dan PNM dari BRI sehingga optimasi pendanaan BRI untuk Pegadaian dan PNM itu bisa menurunkan juga biaya dana buat masyarakat sehingga bisa kita realisasikan dalam skala yang lebih besar lagi,” ujarnya.
Memang salah satu tujuan integrasi ketiga BUMN ini adalah agar Pegadaian dan PNM bisa mendapatkan dana murah dari BRI sehingga pada akhirnya bisa menyalurkan pembiayaan ke usaha mikro dengan bunga yang kecil juga.
1 comment
Leave a reply

[…] catatan Theiconomics.com, Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo pernah menyampaikan salah satu ganjalan dalam pembentukan holding ultra mikro adalah peraturan OJK terkait […]