
Hingga Juli Pendapatan Negara Capai Rp922,2 Triliun, Belanja Rp1.252,4 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani/Antara
Pendapatan negara mengalami tekanan sepanjang 7 bulan pertama tahun 2020 ini. Sementara di sisi belanja negara yang merupakan salah satu motor penggerak ekonomi hanya tumbuh tipis.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (25/8) menyampaikan hingga Juli 2020, total pendapatan negara yang sudah dikumpulkan mencapai Rp 922,2 triliun. Pencapaian ini setara dengan 54,3% dari target dalam Peraturan Presiden No.72/2020 yang menjadi landasan APBN tahun ini. Pendapatan negara ini mengalami kontraksi sebesar 12,4% bila dibandingkan periode Juli 2019 lalu. “Ini yang harus kita waspadai,” ujar Sri Mulyani soal menurunnya pendapatan negara.
Dari Rp922,2 triliun penerimaan negara tersebut, pendapatan perpajakan sebesar Rp 711,0 triliun atau 50,6% dari target pendapatan perpajakan sebesar Rp1.404, 5 triliun. Pendapatan perpajakan ini mengalami kontraksi yang dalam yaitu sebesar 12,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Kalau kita breakdown antara pajak dengan bea cukai, untuk pajak terkumpul Rp601,9 triliun, atau 50,2% dari target Perpres 72/2020 yang sebesar Rp1.198,8 triliun. Namun kalau dilihat dari sisi growth dibandingkan tahun lalu, adalah -14,7%, ini lebih dalam dari yang kami perkirakan dan ini adalah sesuatu yang harus kita perhatikan dari sisi faktor-faktor penerimaan pajak tersebut,” jelas Sri Mulyani.
Untuk penerimaan bea cukai sendiri terkumpul sebesar Rp 109,1 triliun atau 53% dari yang ditargetkan. Pendapatan bea cukai ini masih tumbuh positif sebesar 3,7%, meskipun pertumbuhannya tak sebesar pertumbuhan pada Juli 2019 lalu yang mencapai 13,2%.
Selain pendapatan perpajakan, pendapatan negara juga berasal dari PNBP. Sri Mulyani mengungkapkan pendapatan dari PNBP mengalami penurunan karena harga komoditas yang turun.
“Sehingga kita mengumpulkan Rp208,8 triliun, atau 71% dari target di dalam Perpres. Namun ini dibandingkan tahun lalu, adalah negative growth 13,5%,” ujarnya.
Di dalam PNBP juga termasuk dividen maupun surplus Bank Indonesia yang mengalami perubahan yang sangat besar.
Belanja Negara
Dari sisi belanja, sampai dengan akhir Juli, pemerintah sudah membelanjakan sebesar Rp 1.252,4 triliun atau 45,7% dari total belanja negara. Realisasi belanja negara ini hanya tumbuh
tipis 1,3% dibandingkan Juli 2019. “Tahun lalu pada Juli kita bisa tumbuh 7,9% untuk belanja negara,”ujarnya.
Ada pun rincian belanja negara ini adalah belanja pemerintah pusat yang terdiri atas belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan belanja Non K/L. Kemudian, belanja transfer ke daerah dan dana desa.
Untuk belanja pemerintah pusat sendiri, sudah terealisasi sebesar Rp793,6 triliun atau 40% dari total belanja di dalam Perpres. Ini hanya tumbuh 4,2% dibandingkan belanja tahun lalu. Tahun lalu pada Juli belanja pemerintah pusat tumbuh 9,2%.
Belanja Kementerian/Lembaga sudah terealisasi sebesar Rp419,6 triliun atau 50% dari total belanja K/L yang ada di dalam Perpres. Pertumbuhannya flat o% dibandingkan tahun lalu. Sedangkan belanja Non K/L sudah terealisasi sebesar Rp374 triliun atau 32,8%. Belanja Non K/L ini naik 9,5% bila dibandingkan periode Juli 2019 lalu. Pertumbuhan yang signifikan ini terjadi karena banyak program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dimasukan dalam pos belanja Non K/L. “Ini yang menyebabkan belanja Non K/L kita mengalami kenaikan,” ujar Sri Mulyani.
Tahun ini, pos belanja Non K/L mencapai Rp1.138,9 triliun, naik cukup signifikan dibandingkan tahun 2019 yang sebesar Rp778,9 triliun.
Untuk transfer ke daerah dan dana desa sendiri sudah terealisasi sebesar Rp458,8 triliun, atau 60% dari total transfer yang ada di dalam Perpres 72/2002. Meski realisasinya sudah mencapai 60% dari yang dialokasikan, tetapi Sri Mulyani mengatakan, realisasi transfer ke daerah ini mengalami kontraksi 3,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Transfer ke daerah sendiri hingga Juli sudah mencapai Rp410 triliun atau turun 5,1% dibandingkan periode Juli 2019 lalu. Realisasi transfer ke daerah ini setara dengan 59,3% dari total yang dianggarkan dalam APBN tahun ini.
Kemudian, realisasi dana desa sudah mencapai Rp47,9 triliun atau 67,3% dari total dana desa yang dialokasikan tahun ini.
Dengan melihat pendapatan dan belanja negara tersebut, Sri Mulyani mengatakan hingga akhir Juli, keseimbangan primer mengalami negatif sebesar Rp147,4 triliun. “Ini kenaikan yang sangat besar dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp25,3 triliun,” ujarnya.
Dari sisi pembiayaan, realisasi pembiayaan anggaran sudah mencapai Rp503 triliun, naik sangat tinggi dibandingkan tahun lalu yaitu sebesar 115%. Pembiayaan ini untuk mendanai defisit APBN yang realisasinya sudah mencapai Rp330,2 triliun, naik signifikan dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp183 triliun.
Sri Mulyani mengatakan kenaikan defisit ini menggambarkan dari sisi penerimaan, APBN mengalami tekanan, sementara dari sisi belanja mengalami kenaikan akibat pandemi Covid-19. Tahun ini, defisit APBN diperkirakan mencapai 6,34% dari GDP. “Sampai dengan akhir Juli defisit adalah 2% dari GDP,” ujar Sri Mulyani.
Leave a reply
