Harga Sawit Naik, Pemerintah Menyesuaikan Pungutan Ekspor Produk Kelapa Sawit

0
375

Pemerintah telah menyesuaikan tarif ekspor produk kelapa sawit seiring dengan tren positif harga crude palm oil (CPO). Penyesuaian tarif tersebut seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.191/PMK.05/2020 yang terbit pada 3 Desember lalu.

Beleid tersebut merupakan revisi atas PMK No.57/PMK.05/2020 tentang tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelolah Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS). Tarif baru ekspor produk kelapa sawit ini mulai berlaku pada 10 Desember 2020 atau 7 hari setelah PMK No.191/PMK.05/2020 diundangkan.

“Dasar pertimbangan penyesuaian tarif tersebut adalah adanya tren positif harga CPO dan keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pengembangan industri sawit nasional melalui  perbaikan produktifitas di sektor hulu melalui peremajaan, peningkatan kapasitas petani dan penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud, dalam sambutannya saat sosialisasi PMK No.91/PMK.05/2020 tersebut, Selasa (8/12).

Musdhalifah mengatakan di saat banyak sektor mengalami keterpurukan pada tahun 2020 ini, industri sawit merupakan bagian dari sedikit indusri yang tidak terdampak secara signifikan oleh pandemi Covid-19. Bila harga sejumlah komoditas cenderung turun pada tahun ini,  sebaliknya harga CPO pada kuartal keempat 2020 ini terus menunjukkan tren peningkatan akibat rendahnya produksi minyak kedelai, minyak canola dan rapeseed sebagai produk subtitusi minyak sawit. “Harga referensi produk CPO pada bulan Desember sebesar US$ 870,77 per metrik ton,” ujarnya.

Baca Juga :   Setelah Keran Ekspor CPO Dibuka, Kemendag Terbitkan Aturan Baru untuk Migor

Penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan komite pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Komite pengarah BPDPKS ini diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bapenas, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN.

Ludiro, Direktur Sistem Manajemen Ivestasi Ditjen Perbendaharaan Negara, Kementerian Keuangan menambahkan kenaikan tarif  ini dilakukan karena naiknya kebutuan dana untuk mendukung kelanjutan program pengembangan industri kelapa sawit nasional. Karena itu, ia mengatakan Komite Pengarah BPDPKS dimana di dalamnya selain ada lembaga pemerintah juga perwakilan asosiasi dan petani “menyepakati perlu adanya ‘pengorbanan’ dari seluruh pelaku industri melalui penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor CPO”.

“Kebijakan ini antara lain digunakan untuk menjaga agar stabilitas supply and demand dengan perbaikan produktifitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel,” ujar Ludiro.

Baca Juga :   Harga Referensi CPO Meningkat di Mei 2024, Berapa BK dan Pungutan Ekspor CPO?

Musdhalifah  mengatakan kebijakan tarif ini juga akan terus dilakukan evaluasi setiap bulannya untuk dapat merespons kondisi ekonomi yang sangat dinamis pada saat ini. Pemerintah, jelasnya, tetap berkomitmen untuk melanjutkan program B30 untuk mendukung target bauran energi Indonesia sebesar 23% di tahun 2025. “Sesuai arahan Menteri Koordiantor Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto program B30 akan tetap dijalankan pada tahun 2021 dengan target penyaluran biodiesel sebesar 9,2 juta kilo liter,” ujarnya.

Program mandatori B30 yang telah dijalankan, jelasnya,  menciptakan instrumen pasar domestik sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor. Dengan terjaganya konsumsi biodiesel dalam negeri melalui program mandatori B30, diharapkan dapat menyerap produksi CPO minimal sebesar 9,2 juta ton setiap tahunnya sehingga bisa menjaga keberlanjutan industri hulu sampai dengan hilir, menciptakan kestabilan harga CPO dan produk turunannya yang pada akhirnya juga akan memberikan dampak positif pada harga tandan buah segar di tingkat petani.

Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi produk kelapa sawit juga terus dilakukan baik untuk sektor industri dengan mendorong pertumbuhan industri oleokimia maupun pada skala kecil di tingkat petani melalui dukungan pembentukan pabrik kelapa sawit yang dikelolah oleh koperasi gabungan kelompok tani.

Baca Juga :   Harga Referensi CPO Menurun di April 2023

Pemerintah, jelasnya juga berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi perkebunan kelapa sawit rakyat. Upaya ini dilakukan dengan mengalokasikan dana peremajaan perkebunan kelapa sawit untuk 180.000 hekatar lahan rakyat per tahun. Besarnya target luasan lahan yang diremajakan tersebut diikuti dengan kenaikan alokasi dana untuk tiap hektar lahan yang ditetapkan yaitu Rp30 juta per hektar atau naik Rp5 juta per hektar dari sebelumnya sebesar Rp25 juta per hektar.

Di samping itu peningkatan kesejahteraan petani juga diupayakan dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dengan pemberian beasiswa bagi anak-anak keluarga petani.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics