Harga Minyak Naik, Anggaran Subsidi dan Kompensasi Energi Membengkak Jadi Rp443,6 Triliun

0
293

Harga minyak mentah dunia yang melonjak berimplikasi langsung pada anggaran subsidi dan kompensasi energi dalam APBN tahun 2022 ini. Angggaran untuk pos belanja tersebut tadinya dialokasikan sebesar Rp152,5 triliun saat penyusunan APBN tahun 2022, berpotensi membengkak menjadi Rp443,6 triliun atau ada tambahan Rp291 triliun.

Saat penyusunan APBN tahun 2022, asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) adalah US$63 per barel. Namun, asumsi tersebut diperkirakan meleset sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Pemerintah memperkirakan rata-rata ICP akan meningkat menjadi US$95-105 per barel.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dengan asumsi rata-rata harga ICP US$100 per barel, beban subsidi dan kompensasi energi dalam APBN tahun 2022 ini akan membengkak menjadi Rp443,6 triliun, dari sebelumnya dalam Undang-Undang APBN tahun 2022 sebesar Rp152,5 triliun atau ada tambahan Rp 291 triliun.

“Harga keenonomian (minyak tanah, solar,LPG, dan pertalite) sudah jauh di atas harga asumsi atau harga yang digunakan untuk mengalokasikan subsidi APBN untuk minyak tanah, solar, LPG, dan pertalite,” ujar Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Kamis kemarin.

Baca Juga :   Gappri Nilai Target Cukai CHT 2023 di Atas Nilai Keekonomian

Dalam Undang-Undang APBN tahun 2022, alokasi subsidi energi hanya sebesar Rp134 triliun, masing-masing sebesar Rp77,5 triliun untuk subsidi BBM & LPG dan Rp56,5 triliun untuk subsidi listrik.

Sri Mulyani mengatakan dengan asumsi rata-rata harga ICP mencapai US$100 per barel, subsidi energi diperkirakan akan membengkak menjadi Rp208,9 triliun, masing-masing sebesar Rp149,4 triliun untuk subsidi BBM & LPG dan Rp59,6 triliun untuk subsidi listrik.

Selain subsidi, APBN juga mengalokasikan anggaran kompensasi harga BBM jenis solar kepada Pertamina dan PLN karena harga jual atau tarif ke konsumen berada di bawah harga keekonomian. Dalam Undang-Undang APBN, anggaran kompensasi BBM jenis solar ini sebesar Rp18,5 triliun.

Namun, karena asumsi ICP meningkat dari US$63 per dolar menjadi US$100 per dolar, beban anggaran kompensasi ini melonjak drastis menjadi Rp234,6 triliun. Di dalamnya tidak hanya solar saja, tetapi juga pemerintah sudah memasukan anggaran kompensasi untuk pertalite dan listrik. Tambahan anggaran kompensasi untuk solar sebesar Rp98,5 triliun dari sebelumnya hanya Rp18,5 triliun. Sementara anggaran kompensasi pertalite sebesar Rp114,7 triliun, dari sebelumnya tidak ada. Demikian juga anggaran kompensasi listrik sebesar Rp21,4 triliun, dari sebelumnya juga tidak ada.

Baca Juga :   Jokowi: Penggunaan Produk Dalam Negeri Ditiru AS, Hipmi Perlu Manfaatkan Peluang

Sri Mulyani mengatakan arus kas Pertamina sejak Januari 2022 negatif karena Pertamina harus menanggung perbedaan harga antara harga keekonomian solar dan pertalite dengan harga jual ke konsumen. Defisit arus kas Pertamina diperkirakan akan mencapai US$12,98 miliar.

Hal yang sama juga terjadi pada PT PLN. Kondisi keuangan PLN juga memburuk karena kenaikan ICP ini tidak diikuti kenaikan tarif listrik. Sri Mulyani mengatakan jika tidak ada tambahan kompensasi dari pemerintah, maka pada Desember 2022 diproyeksikan arus kas operasional PLN akan mengalami defisit Rp71,1 triliun.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics