
Geledah KLHK, Kejagung Diduga Incar Perusahaan Sawit, Best Group Terlibat?

Tim penyidik pada Jampidsus Kejagung geledah kantor KLHK soal tata kelola sawit/Dok. Kejagung
Penggeledahan yang dilakukan tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bisa menjadi pintu masuk membongkar kasus-kasus korupsi dengan modus seperti PT Duta Palma Group. Perusahaan ini diketahui berkolaborasi dengan pemerintah daerah setempat untuk menggarap lahan negara tanpa izin di Indragiri Hulu, Riau.
Pemiliknya, Surya Darmadi divonis 16 tahun penjara dan wajib membayar uang pengganti sekitar Rp 2,2 triliun lebih. Sedangkan Raja Thamsir Rachman yang menjabat Bupati Indragiri Hulu ketika itu divonis 9 tahun penjara. Lantas, perusahaan apa saja yang mirip dengan PT Duta Palma Group itu?
Berdasarkan data KLHK hingga 4 Oktober 2023, luas indikatif perkebunan sawit yang terbangun dalam kawasan hutan tanpa perizinan di bidang kehutanan totalnya seluas 1.679.797 hektare. Luasan tersebut terdiri atas 1.679 unit kebun. Angka-angka itu hasil akumulasi inventarisasi data sawit dalam kawasan hutan yang tercantum dalam data dan informasi (SK Datin) tahap 1-15 yang ditetapkan menteri LHK.
Jika melihat subjek hukumnya, dari 1.679 unit kebun sawit itu, 1.263 unit kebun terindikasi milik perusahaan atau korporasi dengan luas 1.473.946,08 hektare. Merujuk catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), setidaknya 10 besar grup yang menanam sawit dalam kawasan hutan yang ikut proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan yang meliputi Sinar Mas, Wilmar, Musim Mas, Goodhope, Citra Borneo Indah, Genting, Bumitama, Sime Darby, Perkebunan Nusantara, dan Rajawali/Eagle High.
Sesungguhnya ada satu perusahaan yang modusnya hampir sama dengan Duta Palma Group. Perusahaan sawit itu di bawah kendali Best Group yang dimiliki Winarto dan Winarno Tjajadi alias Tjajadi bersaudara. Sebagai crazy rich Surabaya, Tjajadi bersaudara ini sempat membetot perhatian publik karena salah satu anaknya menggelar pernikahan dengan anggaran kabarnya mencapai Rp 1 triliun.
Akan tetapi, bukan itu masalahnya. Persoalannya perusahaan Tjajadi bersaudara ini dinilai memperluas lahan perkebunan sawitnya dengan menggarap lahan negara tanpa izin. Bahkan ada yang diperkirakan tanpa hak guna usaha (HGU). Di Seruyan, Kalimantan Tengah, misalnya, Best Group menjadi salah satu perusahaan yang mendapatkan konsesi dari bupatinya ketika itu yakni Darwan Ali pada periode 2004-an. Konsesi tersebut tetap diberikan meski izin perkebunan kepada Best Group diduga telah memotong kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, yang sebelumnya dilindungi dari penebangan liar.
Bahkan ketika KLHK mendesak agar izin perkebunan Best Group tersebut dicabut, Darwan Ali bergeming. Pernyataan yang sama juga dilontarkan anggota Komisi IV DPR Daniel Johan pada medio 2016. Seperti yang diberitakan borneonews.com, Komisi IV DPR dipimpin Daniel Johan pernah melabrak perusahaan tersebut.
Ketika itu, Daniel mengkritik anak usaha Best Agro yang merupakan bagian dari Best Group karena masuk Taman Nasional Sabangau (TNS), kawasan yang dilindungi. Daniel mengaku heran perusahaan tersebut tidak punya HGU dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) bisa bangun pabrik serta menabrak kawasan hingga total 80 ribu hektare. Begitupun hal-hal yang lain, sambung Daniel, perusahaan tersebut tidak bayar kewajiban pajak hanya karena tidak clear luasan izinnya, sehingga negara diperkirakan mengalami kerugian perekonomian sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pada Pasal 3 UU Tipikor itu berbunyi “setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar.”
Best Group
Soal keberadaan Best Group ini, lembaga masyarakat sipil Save Our Borneo bersama koalisi mengaku pernah melaporkannya ke KLHK. Save Our Borneo berjanji akan mencari lagi data terkait laporan Best Group itu ke KLHK. “Seingat saya (lapor) hanya ke KLHK. Waktu itu suratnya lewat Walhi, Mas. Karena sekretariat koalisi saat itu kantor Walhi Kalteng,” kata admin Save Our Borneo lewat aplikasi perpesanan Whatsapp beberapa waktu lalu.
Sedangkan, berdasarkan penelusuran wartawan theiconomics, Best Group disebut pernah dilaporkan ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) pada periode 2020-an. Akan tetapi, belum diketahui perkembangan laporan tersebut.
Sebelumnya, tim penyidik pada Jampidsus menggeledah kantor KLHK pada 3 Oktober lalu. Penggeledahan tersebut berlangsung sekitar 14 jam yang diduga berkaitan dengan pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara ilegal di kawasan hutan dari 2005 hingga 2024. Karena pengelolaan ilegal tersebut, maka diduga merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Sebagai informasi, berdasarkan berbagai sumber, Best Grup merupakan kelompok usaha sawit yang terintegrasi dari hulu hingga hilir yang berdiri sejak 1980-an. Best Grup sejak awal digawangi Winarno dan Winarto Tjajadi. Sedangkan, Rendra Tjayadi merupakan adik kedua orang itu.
Keluarga Tjajadi bersaudara disebut memiliki lebih dari 10 perusahaan yang bergerak di bisnis sawit di Indonesia. Bisnis sawit keluarga tersebut setidaknya ditopang oleh 3 entitas usaha yang meliputi PT Best Capital Investment, PT Best Agro International dan PT Best Industry Technology.
Leave a reply
