
Gapki Tepis Kejagung soal Anggotanya Termasuk Best Group Caplok Hutan di Kasus Tata Kelola Sawit

Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono
Penanganan kasus dugaan korupsi tata kelola perkebunan sawit periode 2005-2024 di Kejaksaan Agung (Kejagung) terus berlanjut. Bahkan rencananya tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) mulai akan memanggil pihak-pihak terkait termasuk perusahaan perkebunan sawit swasta untuk mengungkap kasus tersebut.
Soal langkah penyidik Jampidsus pada Kejagung itu khususnya penggeledahan di kantor Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) tidak mengetahuinya secara persis. “Penggeledahan KLHK kita tidak tahu kasusnya apa,” kata Ketua Umum Gapki Eddy Martono saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Dalam keterangannya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, pihaknya menduga telah terjadi penguasaan dan pengelolaan perkebunan sawit dalam kawasan hutan secara melawan hukum dari 2005 hingga 2024. Tindakan tersebut pun dinilai merugikan keuangan atau perekonomian negara sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Soal itu, kata Eddy, pihaknya menepis tudingan bahwa ada perusahaan sawit swasta yang merupakan anggotanya mencaplok lahan hutan lindung dan taman nasional sebagai perkebunan sawit. Tudingan tersebut dinilai tidak terbukti secara jelas.
“Apabila anggotanya melakukan hal itu, Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara akan menemukan bukti konkret tudingan tersebut. Apa benar di hutan lindung dan taman nasional? Kemarin semua perusahaan anggota Gapki sudah melaporkan kepada Satgas Tata Kelola Sawit, kalau benar pasti sudah terdeteksi di Satgas,” ujar Eddy.
Temuan wartawan theiconomics.com ada perusahaan sawit di bawah kendali Best Group yang dimiliki Winarto dan Winarno Tjajadi alias Tjajadi bersaudara diduga beroperasi di lahan hutan lindung. Modusnya sama dengan Duta Palma Group di mana pemiliknya Surya Darmadi kongkalikong dengan Raja Thamsir Rachman yang menjabat Bupati Indragiri Hulu, Riau ketika periode itu terjadi. Keduanya pun divonis bersalah atas kasus tersebut.
Sebagai crazy rich Surabaya, Tjajadi bersaudara ini sempat membetot perhatian publik karena salah satu anaknya menggelar pernikahan dengan anggaran kabarnya mencapai Rp 1 triliun. Akan tetapi, bukan itu masalahnya. Persoalannya perusahaan Tjajadi bersaudara ini dinilai memperluas lahan perkebunan sawitnya dengan menggarap lahan negara tanpa izin terutama di Kalimantan Tengah.
Best Group
Analisis Greenpeace menyebut Best Group memiliki 9 perusahaan perkebunan dengan total 127.220 hektare berada dalam kawasan hutan. Lahan tersebut termasuk 6.210 hektare di dalam hutan lindung dan 539 hektare di dalam kawasan konservasi. Sementara catatan Save Our Borneo ada 11 perusahaan di bawah grup Best Agro yang beroperasi di Kalimantan Tengah seluas sekitar 192.850,16 hektare. Adapun 11 perusahaan itu adalah PT Bahaur Era Sawit Tama; PT Berkah Alam Fajar Mas; PT Karya Luhur Sejati; PT Surya Cipta Perkasa; PT Hamparan Sawit Bangun Persada; PT Tunas Agro Subur Kencana; PT Bangun Jaya Alam Permai; PT Hamparan Sawit Bangun Persada; PT Wana Sawit Subur Lestari; PT Bangun Jaya Alam Permai; PT Wana Sawit Subur Lestari.
Di Seruyan, Kalimantan Tengah, Best Group menjadi salah satu perusahaan yang mendapatkan konsesi dari bupatinya ketika itu yakni Darwan Ali pada periode 2004-an. Konsesi tersebut tetap diberikan meski izin perkebunan kepada Best Group diduga telah memotong kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, yang sebelumnya dilindungi dari penebangan liar.
Bahkan ketika KLHK mendesak agar izin perkebunan Best Group tersebut dicabut, Darwan Ali bergeming. Pernyataan yang sama juga dilontarkan anggota Komisi IV DPR Daniel Johan pada medio 2016. Seperti diberitakan borneonews.com, Komisi IV DPR dipimpin Daniel Johan pernah melabrak perusahaan tersebut.
Ketika itu, Daniel mengkritik anak usaha Best Agro yang merupakan bagian dari Best Group karena masuk Taman Nasional Sabangau (TNS), kawasan yang dilindungi. Daniel mengaku heran perusahaan tersebut tidak punya HGU dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) bisa bangun pabrik serta menabrak kawasan hingga total 80 ribu hektare. Begitupun hal-hal yang lain, sambung Daniel, perusahaan tersebut tidak bayar kewajiban pajak hanya karena tidak clear luasan izinnya, sehingga negara diperkirakan mengalami kerugian perekonomian.
Soal Best Group itu, Eddy memastikannya sebagai anggota Gapki. “Ya benar Best Group anggota Gapki,” ujar Eddy.
Lantas kapan penyidik Jampidsus di Kejagung akan memanggil pihak-pihak terkait termasuk Best Group itu? “Nanti kita lihat ya, penyidik baru mau memanggil dan memeriksa saksi-saksi. Apakah nantinya ada perusahaan swasta seperti (Best Group) yang disampaikan itu, kita lihat perkembangannya,” tutur Harli saat dihubungi lewat aplikasi perpesanan Whatsapp, Selasa (8/10).
Leave a reply
