Fintech P2P Diharapkan Berperan dalam Memeratakan Akses Pembiayaan antara Jawa dan Luar Jawa

0
499

Perusahaan financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending diharapkan berperan dalam memeratakan akses pembiayaan antara Jawa dan luar Jawa. Saat ini, akses pembiayaan dari industri jasa keuangan pada umumnya masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

M.Ihsanuddin, Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan perusahaan fintech yang bisa diakses secara elektronik diharapkan bisa mengatasi permasalahaan ketidakmerataan pembiayaan selama ini.

Namun, harapan ini masih jauh dari kenyataan. Sebab, berdasarkan data OJK, dari Rp221,56 triliun jumlah akumulasi penyaluran pinjaman perusahaan P2P per Juni 2021, lebih dari 60% disalurkan kepada peminjam di Pulau Jawa. Hal ini, menurut Ihsanuddin tidak jauh beda dengan kondisi pada industri jasa keuangan lainnya di Indonesia.

“Sebetulnya fintech peer-to-peer lending ini salah satu upaya untuk melakukan pemerataan pendanaan karena bisa diakses hanya tinggal melalui sarana elektronik. Pake handphone dan lain-lain sudah bisa dilakukan,” ujarnya dalam webinar ‘Memerangi Pinjol Ilegal dan Memperkuat Reputasi Fintech Lending’ yang digelar The Iconomics, Jumat (30/7).

Baca Juga :   AFPI Ikut Majukan Industri Tekfin dan Edukasi Masyarakat soal Pinjol Ilegal

Fintech P2P lending juga diharapkan bisa membantu mempercepat inklusi keuangan di Indonesia yang saat ini masih lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.

“Untuk itu kita juga menyempurnakan regulasi-regulasi yang ada terkait dengan fintech khususnya kalau di tempat kami adalah fintech peer –to-peer lending atau pinjaman daring,” ujarnya.

Ihsanuddin mengatakan jumlah akumulasi penyaluran pinjaman dari perusahaan P2P yang sudah mencapai Rp221,56 triliun per Juni 2021, menunjukkan bahwa industri ini telah banyak membantu masyarakat dan pelaku usaha terutama UMKM dalam mengakses pendanaan.

Hanya saja, ia mengingatkan masyarakat untuk tidak mengakses fintech yang ilegal yaitu perusahaan fintech yang belum terdaftar dan berizin dari OJK. Saat ini, ada 121 perusahaan fintech P2P yang sudah terdaftar dan berizin di OJK, dimana 68 yang sudah memiliki izin operasional dan 53 statusnya terdaftar. Sebanyak sembilan dari 121 perusahaan itu adalah fintech P2P syariah.

Sementara di sisi lain fintech ilegal juga masih menjamur. Satgas Waspada Investasi sudah melakukan penutupan terhadap sekitar 3.365 perusahaan fintech ilegal ini.

Baca Juga :   OJK Terbitkan POJK Baru Soal Perlakuan Khusus Dampak Bencana

Masyarakat yang ingin meminjam dana di perusahaan fintech diharapakan terlebih dahulu mengecek statusnya di website OJK. Karena, Ihsanuddin mengatakan, bila masyarakat menghadapi masalah karena berhubungan dengan fintech ilegal, OJK sulit untuk menanganinya.

“OJK tidak memiliki tangan untuk meraih atau memeriksa yang ilegal karena tidak ada di dalam daftar fintech yang berizin di OJK. Kami menghimbau kepada masyarakat, siapa pun, agar berhubungan dengan fintech yang sudah berizin atau sudah terdafar di OJK, nanti bisa melihat di  www.ojk.go.id,” ujarnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics