Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,72%, Tetapi Industri Semen Malah Alami Kontraksi

0
881

Meski ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan positif sebesar 5,72% year on year (yoy) pada kuartal ketiga yang lalu, tetapi industri semen justru mengalami kontraksi. Di tengah kenaikan harga energi, pelaku industri tak leluasa menaikkan harga jual ke konsumen karena kondisi kelebihan pasokan (oversupply).

Donny Arsal, Direktur Utama, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) atau Semen Indonesia Group (SIG) mengatakan tahun ini penjualan semen dalam negeri diperkirakan mengalami penurunan atau kontraksi 2% hingga 3%. Kondisi ini terjadi karena kelesuhan yang terjadi pada sektor konstruksi dan real estat. Mengutip data BPS, sektor konstruksi dan real estat masing-masing hanya tumbuh 0,63% yoy pada kuartal ketiga yang lalu.

Padahal sektor konstruksi dan real estat merupakan pasar utama bagi industri semen. “Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi dan real estat, demand semen secara nasional diperkirakan akan berkurang dibandingkan tahun lalu sebesar 2% hingga 3%,” ujar Donny dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (29/11).

Baca Juga :   BNI Bagi Dividen dan Siapkan 7 Kebijakan Strategis 2021

Sebagai gambaran tahun 2021 lalu, penjualan semen secara nasional mencapai 65,21 juta ton, naik 4,3% dari 62,51 juta ton pada tahun 2020. “Kita menghadapi kondisi demand yang menurun tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujar Donny.

Lebih jauh, Donny menjelaskan demand atau permintaan yang turun terutama untuk segmen retail. Hingga September lalu, penjualan semen segmen retail sebesar 33,28 juta ton, turun 8,8% dari 36,52 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya. “Retail itu kontribusinya lebih kurang 70-75% dari total demand untuk semen,” ujar Donny.

Di sisi lain, penjualan semen untuk segmen proyek hingga September 2022 yang lalu, masih mengalami kenaikan sebesar 14,9% dari 10,40 juta ton menjadi 11,96 juta ton. Hanya saja, kontribusi segmen proyek ini hanya 20% hingga 25% dari total demand.

Selain menghadapi kondisi permintaan yang lesu, Donny mengatakan pasar semen secara nasional saat ini masih mengalami kelebihan pasokan (oversupply) dengan kapasitas pabrik semen mencapai 119 juta ton per tahun, sementara demand diperkirakan hanya 63 juta ton. Industri semen dalam negeri juga menghadapi tekanan biaya energi yang terjadi karena harga batubara dan bahan bakar minyak yang naik siginifikan pada tahun ini.

Baca Juga :   BRI Targetkan Inklusi Keuangan 90% dan Pinjaman untuk UMKM Capai 85% di 2025

Donny mengatakan kondisi oversupply dan beban biaya energi yang naik signifikan ini merupakan dua kombinasi keadaan yang tidak menyenangkan bagi pelaku industri semen tanah air. Kenaikan biaya ini, menurutnya tidak mudah untuk di-pass-through ke konsumen dengan kondisi yang oversupply.

Price war hanya akan mengakibatkan penurunan revenue juga karena kompetitor dengan free competition dan banyaknya pemain akan melakukan langkah yang sama,” ujarnya.

Karena itu, tahun ini Semen Indonesia Group melakukan kenaikan harga. Sehingga meski volume penjualan hingga September 2022 turun sebesar 12,7% menjadi 26,2 juta ton, penurunan pendapatan relatif kecil yaitu 0,2% menjadi Rp25,28 triliun dan EBITDA tetap tumbuh positif sebesar 0,6% menjadi Rp5,73 triliun.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics