Ekonomi Dunia Diperkirakan Lesu, Bagaimana Prospek Minyak Sawit?

0
607

Ekonomi dunia pada tahun 2023 diperkirakan mengalami perlambatan, sebagai imbas dari berbagai faktor mulai dari geopolitik hingga respons bank-bank sentral atas inflasi tinggi melalui pengetatan kebijakan moneter.

Outlook ekonomi makro yang suram ini, tentu akan berdampak pada berbagai sektor, termasuk kelapa sawit. Para pengusaha kelapa sawit di Indonesia memang optimistis, industri ini relatif resilien dalam menghadapi kondisi krisis ekonomi.

Optimisme para pekaku industri ini, sejalan dengan outlook harga minyak sawit yang diperkirakan masih cukup menjanjikan. Thomas Mielke, Analis Oil World memproyeksikan harga CPO tidak akan jatuh terlalu dalam di tahun depan.

“Harga minyak sawit dunia tidak mungkin jatuh kembali ke posisi terendah sebagaimana terjadi baru-baru ini. Pada 28 September kemarin, harga RBD Palm Olein Malaysia mencapai FOB US$ 810 per ton. Walaupun kembali membaik pada 2 November sebesar US$975 per ton,” ujar Mielke saat berbicara dalam IPOC 2022 di Nusa Dua, Bali, Jumat (4/11).

Oil World memproyeksikan kenaikan produksi CPO di Indonesia dan Malaysia pada periode Oktober 2022-September 2023. Indonesia diperkirakan ada kenaikan produksi sebesar 2,2 juta ton dan Malaysia sebesar 300 ribu ton.

Baca Juga :   Pengamat Prediksi Harga CPO Tahun Depan Terkoreksi, Tetapi Masih Menguntungkan

Kendati demikian, kenaikan produksi sawit dunia yang mengalami pertumbuhan signifikan sepanjang 40 tahun terakhir semenjak 1980-2022 menghadapi tantangan produktivitas. Total produksi sawit dunia mencapai 78,3 juta ton sampai 2022 yang berkontribusi 32 persen terhadap produksi minyak dan lemak (oil and fats).

“Pertumbuhan minyak sawit telah kehilangan dinamikanya akibat sejumlah faktor yang mempengaruhinya yaitu penurunan produktivitas, rendahnya pembukaan kebun baru, kekurangan tenaga kerja, dan masalah hama penyakit tanaman,” jelas Mielke.

Sebelumnya, rata-rata kenaikan produksi sawit dalam 10 tahun terakhir mencapai 2,9 juta ton/tahun sampai 2020.”Namun, rerata produksi sawit bakalan turun menjadi 2,3 juta ton dalam 10 tahun mendatang sampai 2030,” urai Mielke.

Dari Aspek permintaan, program biodiesel sangat mempengaruhi kebutuhan sawit dunia. Mielke menjelaskan bahwa produksi biodiesel naik dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Data Oil World bahwa produksi biodiesel Indonesia sudah sangat tinggi mencapai 8,7 juta ton pada 2022 atau naik 3,3 juta ton dalam 4 tahun belakangan. Setelah harga minyak sawit domestik naik jatuh di bawah minyak gas, penggunaan biodiesel dapat melebihi mandatori.

Baca Juga :   Di IPOC 2022, Menko Airlangga Tekankan Pentingnya Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan

Di Amerika Serikat produksi biodiesel telah melebihi 10 juta ton pada 2022 dan meningkat lebih tinggi pada 2023. Begitupula Produksi biodiesel Brasil meningkat setidaknya 6 juta ton pada 2023.

Untuk proyeksi harga minyak nabati di tahun depan, Oil World memperkirakan harga minyak sawit termasuk minyak nabati mengalami sedikit penurunan dari tahun ini.

“Ada tren penurunan minyak bunga matahari, kedelai, dan rapeseed, akibat pasokan yang naik tajam, kemungkinan akan membuat harga minyak kedelai dan oil seed turun sebesar US$100-US$200 per ton dari level saat ini, bahkan bisa terdiskon US$ 250 per ton,” pungkasnya.

Fadhil Hasan, Ketua Bidang Luar Negeri GAPKI, mengungkapkan, pertumbuhan permintaan untuk minyak kelapa sawit relatif stabil selama periode tahun 2005-2015, namun turun menjadi 8,7% pada periode tahun 2016-2020. Jumlah permintaan untuk periode tahun 2020-2025 diprediksi akan mengalami tren yang negatif.

Lebih lanjut dijelaskan untuk ekspor minyak kelapa sawit mengalami pertumbuhan yang menurun khususnya selama periode tahun 2020-2025. Sementara, untuk konsumsi domestik diperkirakan meningkat pada periode tahun 2015-2025. Peningkatan ini terjadi didorong oleh adanya mandatori program biodiesel. Konsumsi telah mengalami shifting dari ekspor menjadi konsumsi domestik. Konsumsi domestik saat ini telah mencapai share sebanyak 34%.

Baca Juga :   Berkontribusi Meningkatkan Penyerapan Sawit dalam Negeri, BPDPKS Dukung Implementasi B40

Pada tahun 2021, ekspor sawit menyumbang sekitar 66% dari produksi. Jumlah ekspor ini didominasi produk hilir. Pada tahun 2022, nilai ekspor mengalami gangguan akibat kebijakan pemerintah yang melarang ekspor. Jumlah ekspor pada tahun 2022 lebih rendah jika dibandingkan pada tahun 2021.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics