
Ekonomi China Lesu, Pasar Domestik Jadi Penopang Produk Nikel Antam

Arianto Sabtonugroho Rudjito, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Aneka Tambang Tbk/Foto: tangkapan layar YouTube
Permintaan nikel global diperkirakan menurun sebagai dampak dari kelesuhan ekonomi China. Namun, pelaku industri nikel domestik masih bisa berharap pada tingginya permintaan dari pabrik pengolahan nikel di dalam negeri.
Pada kuartal kedua 2024, ekonomi China hanya tumbuh 4,7%, lebih rendah dari pertumbuhan sebelumnya yang berada di atas 5%.
Kelesuan ekonomi China yang merupakan negara dengan nilai Produk Domestik terbesar kedua di dunia, berpotensi menurunkan permintaan nikel.
Arianto Sabtonugroho Rudjito, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mengatakan hampir 70% permintaan nikel global untuk pemanfaatan stainless steel berasal dari China.
Demikian juga permintaan nikel untuk baterai kendaraan listrik (EV battery), kata Arianto, 80% berasal dari China.
“Jadi memang demand dari China itu sangat mempengaruhi [kinerja Antam], “ ujar Arianto dalam acara “Hilirisasi Mineral Antam” di kanal YouTube Mirae Asset Sekuritas, Kamis (25/7).
Dari tiga komoditas tambang utama yang dihasilkan Antam – nikel, bauksit dan emas – nikel memberikan kontribusi sebesar hampir 70% pada laba operasinal Antam, kata Arianto.
Beruntung, menurut Arianto, pasar domestik menjadi penopang bagi produk nikel Antan.
Ia mengatakan larangan ekspor biji nikel oleh pemerintah Indonesia mendorong investasi fasilitas pengolahan dan pemurnian biji nikel, baik smelter Feronikel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI) maupun High Pressure Acid Leaching (HPAL).
“Jadi, ini yang lebih mendorong kegiatan penambagan nikel di Indonesia. Jadi, itu yang kami harapkan [smelter dalam negeri] bisa mendukung kegiatan penambangan nikel di Indonesia,” ujarnya.
Menurtnya, kebutuhan biji nikel di Indonesia mencapai lebih 200 juta ton Wet Metric Tonne per tahun, dimana kapasitas smelter terpasang mencapai 240 juta Wet Metric Tonne.
Di sisi lain, produksi biji nikel Indonesia masih berada di bawah 200 juta ton.
“Jadi, kita ekspektasi ada peningkatan permintaan untuk biji nikel,” ujarnya.
Permintaan global, menurut dia, juga akan mengalami perbaikan, terindikasi dari meningkatnya Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur China yang mengalami perbaikan ke level 51,8 pada Juni 2024, dari 51,7 pada Mei.
“Ada peningkatan demand untuk Feronikel sebenarnya dari China. Jadi, kita harapkan permintaan untuk biji nikel terus meningkat. Ditambah lagi memang ada keterlambatan produksi di industri di Indonesia untuk biji nikel. Jadi, kita ekspektasi ada peningkatan [permintaan] di semester kedua ini,” ujarnya.
Untuk harga acuan nikel di LME, Antam memperkirakan berada di bawah US$20.000 per ton.
“Kalaupun ada kenaikan sedikit, itu enggak akan signifikan, tetapi kita harapkan sekitar US$15.000-16.000 per ton,” ujarya.
Leave a reply
