Ekonom Citi Indonesia Perkirakan Inflasi Umum di Indonesia akan Turun, Tetapi Inflasi Inti Masih Naik

0
488

Meski daya tahan ekonomi Indonesia relatif kuat menghadapi berbagai gejolak kenaikan harga komoditas dan kelesuhan ekonomi beberapa negara besar, tetapi tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah mempertahankan pemulihan pertumbuhan ekonomi di tengah kenaian inflasi.

Pergerakan kenaikan inflasi Indonesia selama dua bulan terkahir cukup cepat. Inflasi umum pada Juli lalu berada di level 4,94% year on year, lebih tinggi dari tingkat inflasi Juni yang berada di level 4,35%.

Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman mengatakan tingkat inflasi umum tersebut sudah overshoot. “Perkiraan kami enggak lama lagi akan mulai bergerak turun,” ujar Helmi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (11/8).

Namun, tambah Helmi, Citi Indonesia memperkirakan tingkat inflasi inti, yang selama masa pandemi Covid-19 sangat rendah, masih akan bergerak naik. Pada Juli lalu, tingkat inflasi inti sebesar 2,85%.

Rendahnya tingkat inflasi inti terjadi karena bisnis jasa di Indonesia belum menaikan harga, karena demand yang lemah selama masa pandemi.

“Sekarang kita sudah memasuki masa normal sehingga adjustment dari harga jasa-jasa yang selama dua tahun tertunda ini akan kembali meningkat. Sehingga inflasi inti kami perkirakan dari angka terkakhir sekitar 2,8% kami perkirakan akan naik ke sekitar 3,5% di akhir tahun ini,” ujar Helmi.

Baca Juga :   BPS: Inflasi Februari 2024 0,37% dan Secara Tahunan Capai 2,75%

Salah satu penyumbang inflasi tinggi adalah kenaikan harga energi. Berutungnya pemerintah Indonesia tidak secara agresif menaikan harga energi sehingga tingkat inflasi relatif rendah dibanding negara-negara lain.

Helmi mengatakan Citi Indonesia melihat harga minyak dunia sudah mencapai puncaknya, dan diperkirakan harganya akan berangsur turun karena permitaan minyak global yang sudah melemah.

“Kami memperkirakan harga minyak mentah tahun ini akan turun ke kisaran US$70-an per barel di akhir tahun 2022,” ujarnya.

Selain permintaan minyak yang sudah mulai melemah di negara-negara maju, indikasi penurunan harga minyak global juga terlihat dari dana kelolaan investor global yang dialokasikan ke pasar komoditi sudah mulai bergerak turun, setelah mengalami peningkatan tajam pada awal konflik geopolitik Rusia-Ukraina.

Penurunan harga minyak tentu berdampak positif bagi Indonesia yang merupakan net importir minyak.

Namun di sisi lain, tren harga batubara yang merupakan komoditas ekpsor Indonesia, diperkirakan akan turun ke depannya. Penuruna ini terjadi karena China mulai menggenjot produksi di dalam negeri sehingga perlahan-lahan menurunkan impor batubara dari pasar global termasuk dari Indonesia.

Baca Juga :   Ekonom Citi Indonesia: Belanja di Masa dan Sebelum Pemilu Dinilai Efektif Dongkrak Pertumbuhan

Meski turun, tambah Helmi, Citi Indonesia memperkirakan harga batubara ini masih berada di level yang cukup tinggi. “Karena kami perkirakan suplai gas dari Rusia ke Eropa masih akan terganggu sehingga alternatif bagi Eropa adalah menaikkan kembali produksi listrik dari batubara karen pasokan gas terganggu,” ujarnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics