
Dukung Pemulihan Ekonomi, BI Lanjutkan Kebijakan Akomodatif

Tangkapan layar YouTube, Gubernur BI Perry Warjiyo/Iconomics
Bank Indonesia (BI) akan melanjutkan kebijakan yang akomodatif bersama-sama mendukung pemulihan ekonomi nasional dengan tetap menjaga stabilitas makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Dari sisi kebijakan moneter, BI telah menurunkan suku bunga secara agresif: 6 kali selama setahun ini.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19-20 April yang lalu tetap mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dengan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di tingkat 3,5%.
“Suku bunga kebijakan BI ini merupakan suku bunga terendah sepanjang sejarah,” kata Perry dalam keterangan resminya secara virtual, Senin (3/5).
Perry mengatakan, dalam menjaga stabilitas moneter dan keuangan dari dampak global spillover dengan kenaikan yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) atau US Treasury akhir-akhir ini, BI terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar. Semisal, melakukan intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) dan bila diperlukan pembelian surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder.
“Stabilisasi nilai tukar ini kami lakukan dengan erat dengan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk bersama-sama menjaga nilai tukar rupiah dan pasar SBN,” ujar Perry.
Dari sisi kebijakan makroprudensial, kata Perry, BI mempertahankan kebijakan yang akomodatif dengan mempertahankan rasio countercyclical buffer (CCB) sebesar 0%, rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6% serta PLM syariah sebesar 4,5 dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%.
Di samping itu, kata Perry, untuk mendorong intermediasi perbankan, BI memperkuat kebijakan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) dengan melonggarkan ketentuan loan to value ratio untuk kredit KPR menjadi 100% dan ketentuan uang muka kredit kendaraan bermotor menjadi 0%.
“Juga mendorong penurunan suku bunga kredit melalui transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK),” ujar Perry.
Dari kebijakan sistem pembayaran, kata Perry, BI terus mempercepat program-program digitalisasi sistem pembayaran untuk mendukung digitalisasi ekonomi dan keuangan secara nasional dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional. BI karena itu memperpanjang masa berlakunya kebijakan pricing Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), memperkuat Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien.
“Serta memastikan dukungan layanan sistem dan pengelolaan uang rupiah dalam menghadapi Idul Fitri dan memfasilitasi promosi perdagangan dan investasi serta sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) dengan sejumlah negara mitra utama dari Indonesia,” kata Perry.
Leave a reply
