Duh, Makin Gencar Dibicarakan, Porsi Energi Terbarukan di Indonesia Malah Menurun

0
472

Raditya Wiranegara, salah satu penulis utama IETO, yang juga merupakan Peneliti Senior IESR mengatakan hal yang dapat dilakukan untuk memberikan ruang bagi penetrasi energi terbarukan, selain dari melakukan pensiun dini PLTU, adalah dengan mengoperasikan PLTU secara fleksibel. Secara teknis, pengoperasian ini akan membutuhkan perubahan di dalam komponen-komponen utama PLTU. Namun, tidak kalah penting, pengoperasian secara fleksibel akan membutuhkan fleksibilitas dalam hal perjanjian jual beli listrik dan kontrak suplai bahan bakar. Menurut IEA, dengan membuat kontrak-kontrak ini lebih ‘luwes’ akan terdapat penghematan sebesar 5% dari total biaya operasi selama setahun atau setara US$ 0,8 miliar. Grid Code juga harus dibuat lebih detail.

“Hal ini juga mutlak diperlukan agar operator memiliki pedoman regulasi pengoperasian secara fleksibel,” jelas Raditya.

Di sisi lain, sektor transportasi dan industri menjadi krusial untuk dilakukan dekarbonisasi dengan cepat. Di sektor transportasi, terdapat tren yang menarik pada adopsi kendaraan listrik yang meningkat. Terlihat dari jumlah kendaran roda dua dan tiga yang naik hampir lima kali lipat dari 5.748 unit pada 2021 menjadi 25.782 unit pada 2022.

Baca Juga :   Unilever Tinggalkan Bahan Bakar Fosil

Meskipun demikian, jumlah tersebut masih jauh dari target Nationally Determined Contributions (NDCs) yang menetapkan 13 juta kendaraan roda dua dan tiga di 2030.

Agar adopsi kendaraan listrik semakin masif, maka pemerintah perlu membangun ekosistem kendaraan listrik, meliputi pembangunan infrastruktur pengisian daya yang memadai, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran konsumen, serta memberikan insentif atau subsidi.

Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi, IESR mengatakan pemerintah perlu mendorong penciptaan ekosistem transisi energi di semua sektor energi, salah satunya adalah menciptakan level playing field antara energi fosil dan alternatif teknologi rendah karbon & energi terbarukan. Langkah awal yang perlu dikaji adalah bagaimana subsidi dan kompensasi energi saat ini bisa dialihkan untuk pemberian insentif untuk pengembangan energi terbarukan dan adopsi teknologi rendah karbon dan disaat yang bersamaan tetap membantu menjaga kesejahteraan masyarakat.

“Contoh yang menarik adalah subsidi pembelian motor listrik, sebagai upaya mengalihkan subsidi BBM,”ungkap Deon.

Penggunaan energi fosil di sektor industri telah menyumbang sekitar 20% total emisi gas rumah kaca (GRK) sektor energi Indonesia. Peningkatan efisiensi proses dan efisiensi energi serta penggantian bahan bakar telah diterapkan oleh beberapa industri intensif energi untuk mengurangi emisinya. IESR mendorong pemerintah untuk mencapai bauran energi terbarukan 100% dalam bauran energi primer di tahun 2050 dan bauran energi terbarukan lebih dari 40% di sektor ketenagalistrikan pada 2030.

Halaman Berikutnya
1 2

Leave a reply

Iconomics