Dugaan Korupsi di PT Dirgantara Indonesia, KPK Tahan Dirut PT PAL Budiman Saleh

0
745

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero), Budiman Saleh (BUS) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2007-2017. KPK juga melakukan penahanan terhadap tersangka di Rutan Cabang KPK di Gedung Merah Putih, mulai Kamis (22/10).

“Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan tersangka pada 12 Maret 2020, yakni BUS,” ujar Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam siaran pers, Kamis (22/10).

Budiman adalah Direktur Aerostructure (2007- 2010); Direktur Aircraft Integration (2010-2012); dan Direktur Niaga dan Restrukturisasi (2012-2017) di PT Digantara Indonesia.

Karyoto mengatakan tersangka BUS diduga melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Dalam paparannya, KPK menyebutkan direksi PT DI (Persero) periode 2007-2010 melaksanakan Rapat Dewan Direksi pada akhir tahun 2007 antara lain membahas dan menyetujui penggunaan mitra penjualan (keagenan) beserta besaran nilai imbalan mitra dalam rangka memberikan dana kepada customer/pembeli PT DI (Persero) atau end user untuk memperoleh proyek.

Baca Juga :   Pakar Hukum Pidana: Kasus Jiwasraya-Asabri Lebih Tepat Menggunakan UU Pasar Modal

Pelaksanaan teknis kegiatan mitra penjualan dilakukan oleh direktorat terkait tanpa persetujuan BOD atau dewan direksi dengan dasar pemberian kuasa BOD kepada direktorat terkait. Persetujuan atau kesepakatan untuk menggunakan mitra penjualan sebagai cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada customer/end user dilanjutkan oleh Direksi periode 2010-2017.

Sebagai pelaksanaan tindak lanjut persetujuan Direksi tersebut, para pihak di PT DI (Persero) melakukan kerja sama dengan Didi Laksamana serta para pihak di lima perusahaan PT BTP, PT AMK, PT ASP, PT PMA dan PT NPB dan Ferry Santosa Subrata selaku Dirut PT SBU  untuk menjadi mitra penjualan.

Penandatanganan kontrak mitra penjualan tersebut sebanyak 52 kontrak selama periode 2008-2016. “Kontrak mitra penjualan tersebut adalah fiktif, dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PT DI (Persero) dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada customer/end user,” ujar Karyoto.

Pembayaran dari PT DI (Persero) kepada perusahaan mitra penjualan yang pekerjaannya diduga fiktif tersebut dilakukan dengan cara mentransfer langsung ke rekening perusahaan mitra penjualan. Kemudian sejumlah uang yang ada di rekening tersebut dikembalikan secara transfer/tunai/cek ke pihak-pihak di PT DI (Persero) maupun ke pihak lain atas perintah pihak PT DI (Persero) serta digunakan sebagai fee mitra penjualan.

Baca Juga :   Ketua KPK Nilai Pelaporan Dirinya ke Polda Metro Bentuk Serangan Balik Koruptor

Dana yang dihimpun oleh para pihak di PT DI (Persero) melalui pekerjaan mitra penjualan yang diduga fiktif tersebut digunakan untuk pemberian aliran dana kepada pejabat PT DI (Persero), pembayaran komitmen manajemen kepada pihak pemilik pekerjaan dan pihak-pihak lainnya serta pengeluaran lainnya.

“Tersangka BUS menerima kuasa dari Budi Santoso sebagai Direktur Utama PT. DI untuk menandatangani perjanjian kemitraan dengan mitra penjualan. Selain itu juga tersangka memerintahkan Kadiv Penjualan agar memproses lebih lanjut tagihan dari mitra penjualan meskipun mengetahui bahwa mitra penjualan tidak melakukan pekerjaan pemasaran,” ujar Karyoto.

Karyoto mengatakan dari dugaan perbuatan melawan hukum tersebut kerugian keuangan negara pada PT DI (Persero) senilai Rp 202.196.497.761,42 dan USD 8.650.945,27 . Total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp315 milyar (dengan asumsi kurs 1 USD adalah Rp14.600)

“Dari hasil penyidikan sejauh ini, tersangka BUS diduga menerima aliran dana hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra penjualan fiktif tersebut sebesar Rp686.185.000,” ungkapnya.

Dalam perkara ini KPK telah memeriksa saksi sebanyak 108 orang dan telah melakukan penyitaan uang serta properti dengan nilai sebesar kurang lebih Rp40 Miliar.

Baca Juga :   Pemeriksaan Eks Mendag Lutfi dan Sejumlah Pertanyaan Dalam Kasus Korupsi Migor

Untuk kepentingan penyidikan pada Kamis (22/10) setelah dilakukan pemeriksan kepada BUS, penyidik melakukan penahanan untuk 20 hari kedepan terhitung sejak 22 Oktober 2020 sampai dengan 10 November 2020 di Rutan Cabang KPK di Gedung Merah Putih KPK.

“KPK mengingatkan kembali kepada seluruh BUMN dan pelaku usaha lainnya agar menerapkan secara ketat prinsip-prinsip good corporate governance untuk menghindari terjadinya modus-modus korupsi yang berakibat terjadinya kerugian keuangan negara. Apalagi mengingat saat ini kondisi Pandemi Covid-19 dan kondisi ekonomi tengah sulit. Sudah sepatutnya penggunaan anggaran negara adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tutup Karyoto.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics