
Duduk Soal Polemik ‘Legalisasi’ Miras

Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/iconomics
Minuman keras atau miras kembali menjadi wacana publik. Pemantiknya adalah Peraturan Presiden No.10 tahun 2021 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja No.11 tahun 2020. Terbitnya peraturan ini seakan-akan baru ‘melagalisasikan’ miras. Padahal, sebetulnya miras memang sudah lama legal di Indonesia.
Perpres No.10 tahun 2021, sebetulnya tidak hanya bicara soal miras tetapi lebih luas dari itu adalah mengatur tentang bidang usaha penanaman modal. Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan Perpres ini terdiri dari 15 pasal dan 104 halaman. Di dalam Perpres ini juga terdapat tiga lampiran yang sekaligus menggambarkan substansi dari beleid ini.
Lampiran pertama berisi soal bidang usaha prioritas, lampiran kedua tentang bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan UMKM dan lampiran ketiga daftar usaha dengan persyaratan tertentu. Sumber polemik ada di lampiran ketiga. Karena itulah, Presiden Joko Widodo, merespons polemik yang berkembang di masyarakat, memutuskan mencabut lampiran ketiga ini.
“Setelah menerima masukan dari para ulama, MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, ormas-ormas lain, tokoh-tokoh agama, juga masukan dari provinsi dan daerah, maka saya memutuskan untuk mencabut lampiran Perpres tersebut. Dengan pencabutan ini, lampiran tersebut dinyatakan tidak lagi berlaku,” ujar Jokowi dalam keterangannya, Selasa (2/3).
Bahlil menjelaskan secara umum, Perpres No.10 tahun 2021 ini terdiri atas tiga hal yang mana juga tergambar pada lampirannya. Bagian pertama adalah terkait bidang-bidang usaha strategis yang menjadi prioritas untuk didorong sebagai bagian dari perencanaan ke depan. Pada lampiran bagian pertama ini tediri 62 halaman, terdiri dari 245 bidang usaha prioritas.
“Sudah barang tentu dari bidang-bidang tersebut juga negara hadir dalam mempercepat proses apa yang diinginkan oleh para pelaku usaha, yaitu meliputi kepastian perizinan, kemudahan perizinan, transparansi perizinan, dan juga adalah ketepatan waktu dalam proses pemberian izin,” ujar Balil saat konferensi pers, Selasa (2/3).
Pada bagian pertama ini, tambah Bahlil juga diatur soal pemberian insentif fiskal berupa tax holiday, tax allowance, maupun impor barang modal. Hal ini dilakukan untuk mendorong percepatan pertumbuhan realisasi investasi yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, yang ujungnya adalah terciptanya lapangan pekerjaan.
Bagian kedua dari Perpres ini merupakan penjabaran dari pasal 90 Undang-Undang Cipta Kerja yaitu soal keberpihakan terhadap UMKM. Diantaranya mengatur soal investasi asing tidak dizinkan untuk usaha dengan modal Rp10 miliar ke bawah.
Di samping itu, bagian ini juga mengatur soal kolaborasi antara pengusaha besar, UMKM dan pengusaha yang ada di daerah. “Bahkan BKPM dalam proses pemberian perizinan, dan pemberian insentif akan mengisyaratakan untuk mereka harus berkolaborasi dengan pengusaha daerah dan UMKM. Kami tidak ingin investasi masuk di daerah hanya karena kepentingan kelompok suatu usaha tertentu tetapi harus merata,” ujar Bahlil.
Lampiran untuk bagian kedua ini memiliki 23 halaman yang terdiri dari 163 bidang usaha.
Bagian ketiga adalah tentang bidang usaha terbuka dengan persyaratan tertentu. Lampiran bagian ketiga ini tediri atas 6 halaman dan 40 bidang usaha. Khusus untuk lampiran ketiga poin 31,32 dan 33, memuat tentang tata cara untuk mendapatkan perizinan dalam industri minuman beralkohol. Bagian inilah yang menjadi polemik. “Dalam konteks kebaikan dan tatanan sosial masyarakat, atas perintah bapa Presiden kepada Mensesneg dan diteruskan kepada kami, yang sudah disampaikan Presiden bahwa khusus yang ini dicabut,” ujar Bahlil.
Bahlil mengatakan perizinan miras sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia. Sejak 1931 atau sebelum Indonesia merdeka perizinan miras sudah diberikan dan hal itu berlanjut hingga setelah Indonesia merdeka. Saat rezim berganti pun, dari Orde Lama ke Orde Baru hingga Orde Reformasi, perizinan miras telah diberikan.
“Sebelum pemberlakukan Undang-Undang Cipta Kerja No.11/2020 dan Perpres ini, saya ingin menyampaikan bahwa sudah ada izin yang keluar kurang lebih sekitar 109 izin untuk minuman alkohol berada pada 13 provinsi,” ujar Bahlil.
Leave a reply
