
DPR dan Pemerintah Mulai Bahas RUU Perlindungan Data Pribadi, Ditargetkan Jadi Undang-Undang Pada November 2020

Ilustrasi/ist
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindunga Data Pribadi, setelah sembilan fraksi di Komisi I DPR RI menyampaikan pandangannya dan kompak menyetujui pembahasan RUU tersebut.
“Setelah kita mendengarkan pandangan fraksi terhadap RUU Perlindungan Data Pribadi, maka dapat kita simpulkan bahwa fraksi-fraksi di Komisi I DPR RI menyetujui untuk membahas RUU tentang Perlindungan Data Pribadi bersama-sama dengan pemerintah pada hari ini dengan berbagai catatan sebagaimana yang telah disampaikan,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari saat Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Komunikasi dan Informatika serta perwakilan pemerintah lainnya, Selasa (1/9).
Komisi I DPR RI dan pemerintah juga menyetujui jadwal pembahasan RUU tersebut. “Kita akan melakukan pembahasan sesuai dengan jadwal-jadwal yang ada di time line dan diharapkan pada minggu kedua November 2020, RUU Perlidungan Data Pribadi ini akan selesai menjadi Undang-Undang Perlindugan Data Pribadi,” ujar Abdul Kharis.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Plate mengatakan Pemerintah menyambut positif dukungan politik dari parlemen untuk membahas RUU Perlindungan Data Pribadi ini. “Karena memang kita membutuhkannya saat ini. Tadi saya mencatat bahwa data pribadi, data masyarakat, tidak saja perlindungannya sebagai hak, tetapi data adalah aset, data adalah modal, kapital bangsa. Data adalah masa depan negara dan generasi kita,” ujar Johnny usai mendengar pandangan fraksi-fraksi.
Johnny mengatakan selama pembahasan beberapa bulan ke depan, pemerintah dan DPR membuka ruang mendengarkan pendapat publik dalam pembahasa RUU ini.
Mengapa RUU Perlindungan Data Pribadi ini Mendesak?
Dari pandangan fraksi yang dibacakan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini terlihat bahwa semua perwakilan partai politik di DPR memandang perlindungan data pribadi ini penting dan mendesak untuk dibuatkan payung hukum.
“Perlindungan data pribadi merupakan salah satu Hak Asasi Manusia yang merupakan bagian dari perlindungan diri pribadi yang perlu diberikan landasan hukum yang kuat untuk memberikan keamanan atas data pribadi,” ujar Krisantus Kurniawan yang membacakan pandangan Fraksi PDI-Perjuangan.
Krisantus mengatakan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi bertujuan untuk melindungi hak privasi individu berkaitan dengan data pribadi dari tindakan pemrosesan data yang diselenggarakan oleh lembaga publik maupun swasta. “Data pribadi erat kaitannya dengan kehidupan pemiliknya, sehingga bila disalahgunakan akan membahayakan hidup orang tersebut karena rentan mengalami kejahatan,” ujarnya.
Cristina Aryani yang mewakili Fraksi Golkar mengatakan pentinganya perlindungan data pribadi mulai menjadi perhatian seiring dengan meningkatnya jumlah kasus terutama yang memiliki keterkaitan dengan kebocoran data pribadi dan bermuara pada aksi kejahatan, penipuan dan penjualan data pribadi. “Untuk itu kehadiran negara sangat dibutuhkan,” ujarnya.
Fraksi Golkar memandang bahwa regulasi perlindungan data pribadi di Indonesia saat ini masih tersebar di berbagai sektor dan besifat parsial di berbagai jenis regulasi yang ada. Cristina mengatakan ketiadaan hukum yang khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi di Indonesia merupakan suatu kelemahan yang menyebabkan beberapa pihak tidak memilih Indonesia sebagai lokasi pusat penyimpanan data. Pengaturan perlindungan data pribadi, menurut Golkar akan mendukung pembangunan masa depan Indonesia sebagai pusat data global.
“Untuk itu Fraksi Partai Golkar DPR RI memandang Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sangat diperlukan. Karena dengan adanya kepastian dalam pengaturan terhadap perlindugan data pribadi akan menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara yang telah terlebih dahulu menerapkan hukum perlindungan data pribadi,” ujar Cristina.
Sukamta, memwakili Fraksi PKS mengatakan meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia ternyata juga dibarengi dengan semakin maraknya penyalagunaan data dan kebocoran data, mayoritas di dalamnya adalah data-data pribadi. Sukamta mengatakan secara global, 75% kebocoran data adalah pencurian identitas, 13% data akses finansial dan sisanya akses akun, data tempat tinggal dan sebagainya.
“Untuk Indonesia pada semester pertama 2020 saja, salah satu platform e-commerce terbesar mengalami kebocoran data pribadi setidaknya terhadap 12.115.583 akun. Tidak lama setelah insiden itu kembali terjadi kebocoran data yang dialami platform e-commerce lainnya yang diklaim mencapai 1,2 juta data penggunanya. Insiden kebocoran data juga dialami oleh platform e-commerce lainnya, tercatat 12.957.573 akun pengguna platform tersebut diperjualbelikan,” ujarnya.
Menurut Fraksi PKS, lima sektor terbesar yang mengalami insiden kebocoran data terbesar adalah kesehatan, keuangan, pemerintahan, ritel dan pendidikan yang meliputi tindakan peyalagunaa data dan pelanggaran privasi yang kerap merugikan masyarakat. “Data pribadi yang meliputi indentitas kependudukan, riwayat hidup maupun data keuangan rentan untuk dibobol untuk kemudian diperjualbelikan, digunakan untuk kegiatan penipuan dan praktik pemerasan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Praktik penyalagunaan data pribadi tanpa seizin pemilik data, menurutnya selain merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara untuk dilindungi data pribadinya, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan warga negara atas data pribadinya.
“Fraksi PKS DPR RI menilai bahwa RUU Perlindungan Data Pribadi ini penting untuk diimplementasikan sebagai simbol kehadiran negara di dalam memberikan perlindungan bagi para individu pemilik data,” ujarnya.
Leave a reply
