
Diskon Tarif Listrik Diperkirakan Masih Berpengaruh pada Tingkat Inflasi Maret 2025

Ferry Irawan, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian saat menjadi pembicara dalam dalam acara 6th CEO Conference yang digelar Theiconomics.com di Kantor Kementerian Pariwisata pada Selasa (18/3)/Foto: Theiconomics.com
Diskon tarif listrik sebesar 50% untuk pelanggan rumah tangga pada Januari dan Februari 2025 diperkirakan masih berpengaruh pada tingkat inflasi pada Maret ini. Sebab, meski kebijakan insentif tersebut berakhir pada Februari, khusus pelanggan pasca-bayar pembayaran listrik periode Februari baru dilakukan pada Maret.
“Nanti di Maret, mesti dicermati juga pada saat BPS merilis angka inflasi. Karena sebagian dampak dari kebijakan ini [diskon tarif listrik] masih akan terasa. Untuk konsumen yang masuk kategori pasca-bayar, BPS nanti masih akan mencatat penurunan harga tersebut,” ujar Ferry Irawan, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian saat menjadi pembicara dalam dalam acara 6th CEO Conference yang digelar Theiconomics.com di Kantor Kementerian Pariwisata pada Selasa (18/3).
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada Februari 2025 terjadi deflasi baik secara bulanan (month-to-month) maupun secara tahunan (year-on-year).
Secara bulanan, deflasi Februari sebesar 0,48% atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari dari 105,99 pada Januari 2025 menjadi 105,48 pada Februari 2025.
Sementara secara tahunan, terjadi deflasi sebesar 0,09% atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 105,58 pada Februari 2024 menjadi 105,48 pada Februari 2025
Ferry mengatakan deflasi pada Februari terjadi karena komponen administered price atau harga yang diatur pemerintah mengalami deflasi 9%, sebagai dampak dari diskon tarif listrik.
“Bagi teman-teman yang pesimis, [deflasi] ini kemudian langsung diterjemahkan sebagai penurunan daya beli. Hal tersebut tentu kita perhatikan concern dari ekonom atau sebagian dari pelaku usaha. Tetapi untuk case inflasi, kita perlu betul-betul melihat apakah memang karena daya beli atau ada kegiatan yang kita lakukan,” ujarnya.
Menurutnya, tingkat inflasi yang rendah di Indonesia ini memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan.
Leave a reply
