
Deflasi Tiga Bulan Berturut-turut, Daya Beli Masyarakat Sedang Lesu

Amalia A.Widyasanti, Plt Kepala BPS dalam konferesi pers bulanan, Kamis, 1 Agustus.
Badan Pusat Statistik [BPS] mengumumkan pada Juli 2024, kembali terjadi deflasi, melanjutkan tren yang sama sejak Mei. Kondisi ini ditengarai mencerminkan daya beli masyarakat yang menurun.
“Pada Juli 2024, terjadi deflasi sebesar 0,18% secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,28 pada Juni 2024 menjadi 106,09 pada Juli 2024,” ungkap Amalia A.Widyasanti, Plt Kepala BPS dalam konferesi pers bulanan, Kamis, 1 Agustus.
Secara tahunan (year on year) pada Juli 2024 terjadi inflasi sebesar 2,13% dan secara tahun kalender (year to date) terjadi inflasi sebesar 0,89%.
Sebelumnya pada Juni dan Mei lalu juga terjadi deflasi secara bulanan, masing-masing sebesar 0,08% dan 0,03%.
“Deflasi Juli 2024 ini lebih dalam dibandingkan Juni 2024 dan merupakan deflasi ketiga pada 2024,” ujar Amalia.
Amalia menjelaskan, peyumbang deflasi bulanan terbesar pada Juli 2024 adalah barang makanan, minuman dan tembakau dengan deflasi sebesar 0,97% dan memberikan andil deflasi sebesar 0,28%.
Meski secara umum terjadi deflasi, beberapa komoditas mengalami inflasi seperti cabe rawit dan beras, dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,04%. Demikian juga emas perhiasan, kopi bubuk, kentang, Sigaret Kretek Mesin dan Sigaret Kretek Tangan juga terjadi inflasi dengan andil masing-masing sebesar 0,01%.
“Catatan lainnya adalah kelompok pendidikan juga memberikan andil inflasi terbesar yaitu 0,04% atau mengalami inflasi sebesar 0,69%,” ujar Amalia.
Berdasarkan komponen barang dan jasa, deflasi bulanan pada Juli 2024, didorong oleh deflasi komponen harga bergejolak yang mengalami deflasi sebesar 1,92%. Komponen ini memberikan andil deflasi sebesar 0,32%, dengan komoditas dominan yang memberikan andil pada deflasi adalah bawang merah, cabe merah, tomat, daging ayam ras, bawang putih dan telur ayam ras.
Di sisi lain, komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,18%. Komponen ini memberikan andil inflasi sebesar 0,12%, dengan komoditas dominan yang memberikan andil inflasi pada komponen inti adalalah emas perhiasan, kopi bubuk, biaya sekolah SD, SMP dan SMA.
Komponan harga yang diatur pemerintah juga mengalami inflasi sebesar 0,11% dan memberikan andil pada inflasi sebesar 0,02%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah Sigaret Kretek Mesin dan Sigaret Kretek Tangan.
Deflasi Indikasi Penurunan Daya Beli
Deflasi selama tiga bulan berturut-turut, yang juga pernah terjadi pada Juli, Agustus, dan September 2020, ditengarai terjadi karena adanya penurunan daya beli di masyarakat. Artinya, ada pelemahan dari sisi permintaan.
Amalia mengatakan, deflasi pada Mei, Juni dan Juli 2024 terjadi karena penurunan harga pangan bergejolak (volatile food). Dari sisi suplai, ia mengatakan, pada periode tersebut ada panen raya. Panen raya padi beberapa bulan lalu, membuat harga beras menurun, meski kembali naik pada Juli. Kemudian harga cabe merah dan bawang merah juga mengalami penurunan dalam tiga bulan terakhir.
“Ini yang menjadi peyumbang deflasi di tiga bulan terakhir ini,” ujarnya.
Penurunan harga komoditas pangan bergejolak ini, kata dia, terjadi karena ada upaya dari pemerintah untuk memastikan suplai yang cukup di pasar.
Sementara kenaikan pada inflasi inti, menurut dia, terjadi karena faktor musiman, seperti inflasi pendidikan terjadi karena memasuki periode tahun ajaran baru sekolah.
“Untuk menyimpulkan apakah deflasi ini merupakan indikator melesunya daya beli masyarakat, ini harus hati-hati,” ujarnya.
“Sekali lagi saya ingin sampaikan, ini perlu ada analisa lebih lanjut, karena penurunan harga ataupun yang direkam dengan angka deflasi dari bulan ke bulan, ini belum tentu menandakan penurunan daya beli masyarakat, karena kita harus tahu peyebab dari deflasi itu,” tambah Amalia.
Ia menambahkan, apabila penurunan harga yang tercermin dari deflasi itu terjadi karena pasokan yang memadai di pasar, maka ini tak bisa disimpulkan sebagai penurunan daya beli masyarakat.
“Secara hukum supply and demand, kalau suplai melimpah tetapi demand tetap ini juga menyebabkan penurunan harga,” ujarnya.
Delfasi, kata Amalia, bukan satu-satunya indikator penurunan daya beli masyarakat. Tetapi harus dicek dengan indikator-indikator lainnya.
Ia tak menyebut indikator lainnya itu. Tetapi, penelusuran Theiconomics.com, indeks keyakinan konsumen (IKK) serta Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), yang juga mencerminkan daya beli, mengalami penurunan sejak April.
Menurut publikasi Bank Indonesia, IKK pada Juni 2024 – sebagai publikasi terakhir – sebesar 123,3 menurun dari 125,2 pada Mei dan 127,7 pada April.
Demikian juga IKE dan IEK. IKE dan IEK pada Juni masing-masing sebesar 112,9 dan 133,8.
Sementara pada Mei, IKE dan IEK masing-masing sebesar 115,4 dan 135,0.
Dan pada April 2024, IKE dan IEK masing-masing sebesar 119,4 dan 136,0.
Leave a reply
