
Cigna: Tingkat Kesejahteraan Sosial Paling Terdampak

Survei Skor Kesejahteraan 360° yang dilakukan Cigna/Dok. Cigna
Hasil Survei Skor Kesejahteraan 360° yang diluncurkan Cigna pada tahun ini menunjukkan tren penurunan skor kesejahteraan di seluruh dunia sebagai salah satu dampak Pandemi Covid-19. Ada 5 aspek utama yang diukur yakni kesehatan fisik, hubungan sosial, keluarga, finansial dan pekerjaan.
“Pandemi global Covid-19 tentu memberikan dampak yang signifikan terhadap persepsi kesejahteraan. Dunia berubah dengan begitu drastis ketika WHO mengumumkan pandemi global pada bulan Maret 2020, dan seluruh dunia dipaksa untuk beradaptasi dengan tantangan yang ada. Survei ini membuka wawasan kita semua akan dampak pandemi dan bagaimana masyarakat terus berusaha menjaga kesejahteraan mereka di tengah-tengah situasi menantang,” kata President Director & CEO Cigna Indonesia Phil Reynolds dalam siaran pers tertulis.
Survei ini dilakukan pada kuartal kedua 2021 di 21 negara termasuk Indonesia, Singapura, Amerika Serikat, Britania Raya, Perancis, dan Uni Emirat Arab dengan melibatkan lebih dari 18.000 responden.
Data survei ini menunjukkan adanya penurunan skor kesejahteraan yang konsisten di seluruh negara responden. Hal ini tidak mengejutkan mengingat Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia sejak awal tahun 2020 yang memberikan dampak sistemik baik secara ekonomi maupun sosial.
Di Indonesia, tingkat kesejahteraan mengalami penurunan setelah 3 tahun berturut-turut mengalami peningkatan. Indeks Kesejahteraan Indonesia 2021 berada di angka 63,8, di atas negara tetangga Singapura (59,2) dan Thailand (62,5).
“Penurunan skor kesejahteraan tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun seluruh negara yang disurvei,” kata Direktur Pemasaran dan Kerja Sama Strategis Cigna Indonesia Akhiz Nasution.
Ia mengatakan yang paling terkena dampak adalah Pilar Kesejahteraan Sosial dengan skor penurunan sebesar 1,5. Hal ini disebabkan salah satunya oleh pembatasan (lockdown) yang diterapkan di negara-negara dunia sebagai dampak Pandemi sehingga memang tidak memungkinkan bagi masyarakat untuk menjalin hubungan sosial seperti layaknya sebelum Pandemi.
Kesadaran akan kesehatan mental merupakan salah satu tema kunci pada saat pandemi, dan menempati urutan teratas dalam kesejahteraan. Secara global, 72% responden menilai kesehatan mental memberi pengaruh yang sangat penting pada kesehatan dan kesejahteraan pribadi, dengan kesehatan fisik berada di urutan kedua dengan 70%.
Terkait stres, secara umum tingkat stres orang Indonesia memang lebih rendah dibanding negara-negara yang disurvei, termasuk negara tetangga seperti Singapura. Meskipun demikian, Indonesia tetap mengalami peningkatan tingkat stres dari 73% di awal 2020 ke 75% pada tahun 2021. Sama seperti negara-negara lainnya, responden perempuan di Indonesia juga mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibanding responden laki-laki.
Faktor-faktor penyebab stres yang paling utama antara lain adalah ketidakpastian di tengah-tengah pandemi, berita mengenai Covid di media, serta kekhawatiran akan kondisi keuangan pribadi dan keluarga. Dampaknya pun tak dapat diabaikan, dengan sebagian responden melaporkan bahwa karena stres, mereka menjadi lebih pemarah, tidur terganggu, tidak dapat berkonsentrasi dalam melakukan rutinitas sehari-hari, serta mengalami depresi.
Yang unik, responden yang memiliki anak merupakan responden dengan tingkat stres paling tinggi, terlebih ketika mereka harus bekerja dari rumah dan pada saat yang sama harus membimbing anak yang juga sekolah secara daring.
“Meski demikian, kelompok responden ini juga memiliki tingkat resiliensi atau ketangguhan yang paling tinggi jika dibandingkan kelompok responden lainnya,” ujar Akhiz Nasution. “Menurut Akhiz, meskipun mereka adalah kelompok yang paling stres, mereka pula lah yang paling tangguh.
Pandemi telah mengubah cara pandang orang terhadap kesehatan mental, sebanyak 55% orang Indonesia kini mengatasi tantangan kesehatan mental dengan mengaplikasikan jalan hidup sehat, seperti berolahraga, makan dengan sehat, dan cukup tidur. Hasil ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan emosional dan fisik semakin membaik.
Survei ini juga mengungkapkan bahwa rutinitas baru bekerja dari rumah, ‘Working From Home’ atau WFH ternyata membawa dampak yang cukup positif bagi masyarakat di Indonesia. Sebanyak 35% masyarakat Indonesia memilih untuk dapat bekerja penuh waktu dari rumah, dan 33% lainnya memilih untuk dapat bisa bekerja dari rumah dan dari kantor, sesuai kebutuhan. Salah satu alasan utama para pekerja ini berharap masih dapat memiliki opsi untuk bekerja dari kantor adalah fasilitas dan infrastruktur yang lebih terjamin, seperti jaringan internet.
Sebagian besar responden mengatakan jam kerja mereka justru lebih panjang ketika di rumah. Namun mereka tetap ingin memiliki opsi bekerja dari rumah karena merasa lebih aman dari paparan virus, memiliki waktu untuk keluarga, tidak harus berpenampilan formal dan menghemat waktu bermacetan di jalanan. Namun, dengan kondisi pasar yang cukup menantang, persepsi masyarakat akan stabilitas pekerjaan turun dari 73% menjadi 65% karena responden cukup khawatir kehilangan pekerjaan di masa pandemi.
Sebagian besar responden mengatakan mereka membutuhkan dukungan dari perusahaan tempat mereka bekerja dalam meningkatkan kesehatan mental mereka. Dukungan yang mereka harapkan antara lain adalah pelatihan resiliensi atau ketangguhan serta akses yang mudah kepada terapis/psikolog.
Leave a reply
