Chatib Basri : Krisis Ekonomi Sekarang Lebih Sulit dari Krisis Sebelumnya

0
288
Reporter: Petrus Dabu

Ekonom dan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan tekanan ekonomi yang terjadi pada saat ini berbeda dengan tekanan ekonomi yang terjadi pada krisis-krisis yang terjadi sebelumnya. Tekanan ekonomi yang terjadi saat ini bersumber dari wabah penyakit yang meyebabkan goncangan (shock) tidak hanya dari sisi demand tetapi juga supply. Karena itu, resep fiskal untuk mengatasinya juga tidak bisa sama dengan apa yang dilakukan dalam krisis-krisis sebelumnya.

Chatib mengambil contoh krisis tahun 2008 yang bersumber subprime mortage di Amerika. Episentrum krisis yang terjadi di Amerika itu menyebabkan Indonesia terkena imbasnya dari sisi ekspor. Kala itu, menurut Chatib, pemerintah Indonesia relatif tidak sulit mengatasinya dibandingkan dengan yang terjadi saat ini.

“…yang dilakukan oleh pemerintah, teman-teman di Kementerian Keuangan pada waktu itu adalah membuat stimulus di mana difokuskan pada domestik karena eksternalnya itu rusak. Jadi dikeluarkanlah stimulus fiskal untuk dorong daya beli, pajak dipotong, macam-macam. Dan akibatnya Indonesia itu termasuk negara yang bisa tumbuh di dunia pada saat itu 4,6% karena kita berhasil memindahkan masalah eksternalnya menjadi fokus kepada domestik dan domestiknya kita dorong. Jadi kita bisa survive,” ujarnya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (21/4).

Baca Juga :   Kementerian Keuangan Beri Opsi Tunda Pemungutan PPh 21

Tetapi kondisi sekarang berbeda, sisi demand (permintaan) dan supply (penawaran) sama-sama mengalami goncangan (shock). Dari sisi demand, permintaan barang dari China yang terlebih dahulu kena imbas dari Covid-19 ini, mengalami penurunan. Ini merupakan pukulan berat bagi Indonesia karena China merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonsia.

“Ekspor kita yang paling besar ke China itu adalah batubara dan kelapa sawit. Karena China kena akibat krisis ini, akibatnya permintaan terhadap batubara dan kelapa sawit turun, harganya turun. Itu kelihatan nanti dampaknya  dan sudah kelihatan pada penerimaan pemerintah, karena pembayar pajak yang paling besar kan dari perusahaan batubara dan kelapa sawit,” ujarnya.

Ketika sisi permintaan ini mengalami goncangan (shock), maka jelas Chatib, yang kemudian terkena dampak adalah ekspor, investasi dan daya beli.

China, selain merupakan tujuan ekspor Indonesia, juga merupakan salah satu bagian dari jaringan produksi global yang paling besar. Karena itulah, bukan hanya sisi demand yang mengalami goncangan, dari sisi supply juga tergoncang.

Baca Juga :   Stimulus untuk Debitur yang Terdampak Covid-19 Mulai Diberlakukan

“Kalau dia  [China] tidak bisa memproduksi barang, komponen, maka negara lain enggak bisa memproduksi barang. …Jadi karena China kena pada waktu itu, global  production juga kena, terjadilah supply shock,” ujarnya.

Kondisi menjadi kian parah karena pandemi Covid-19 ini memaksa mobilitas manusia berhenti untuk mengurangi penyebaran virus. Berbagai negara termasuk Indonesia menerapkan kebijakan seperti lockdown baik complately lockdown maupun partial lockdown. Di Indonesia disebut sebagai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Padahal, jelas Chatib, aktifitas ekonomi itu bekerja kalau pasarnya terjadi yaitu adanya pertemuan antara pembeli dan penjual. Memang masih ada transaksi online, tetapi masalahnya tidak semua aktifitas ekonomi bisa dilakukan secara daring.

“Misalnya pariwisata, pariwisata itu user experience atau nginap di hotel. Enggak  bisa pariwisata menjadi online, karena kita enggak mungkin pariwisata nonton Youtube saja atau tinggal di hotel. Itu enggak bisa,” ujarnya.

Resep Fiskal

Chatib mengatakan resep fiskal yang digunakan dalam kondisi saat ini tidak bisa sama dengan yang dilakukan pada tahun 2008. Pemerintah harus hati-hati. Apabila daya beli masyarakat digenjot melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Program Keluarga Harapan (PKH), sementara  di sisi lain aktifitas produksi terhenti, maka bisa menimbulkan lonjakan permintaan di tengah suplai yang berkurang. Akibatnya terjadi inflasi atau kenaikan harga barang.

Halaman Berikutnya
1 2 3

Leave a reply

Iconomics