
Bos LPS: Bila Ekonomi Global Kacau Balau, Indonesia Tidak Perlu Khawatir

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan, bila ekonomi global “kacau balau” karena dampak perang tarif, Indonesia mestinya tidak perlu terlalu khawatir, karena produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebagian besar ditopang oleh konsumsi dalam negeri.
Konsumsi domestik menyumbang sekitar 95% PDB yang terdiri atas konsumsi rumah tangga sekitar 63,36% dan pembentukan modal tetap bruto atau investasi sekitar 32%.
“Kalau kita jaga domestic demand kita, global market biar saja. Jadi, langkah kebijakan yang saya lihat dari Pak Prabowo dan Ibu Sri Mulyani, kelihatan sekali kita memang menjaga domestic demand. Itu saya pikir langkah yang tepat sekali,” ujarnya saat menjadi salah satu pembicara dalam acara bertajuk ‘Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional’, Selasa (8/4).
“Selama kita menjaga itu (domestic demand), kita akan tetap tumbuh dengan baik. Artinya, pasar atau pemain di pasar enggak usah terlalu khawatir,” tambahnya dalam acara yang juga dihadiri langsung oleh Presiden Prabowo Subianto itu.
Menurutnya, kondisi ekonomi domestik Indonesia saat ini sedang ‘bottoming out’ setelah mengalami kelesuhan pada 2024 lalu.
Hal tersebut menurut dia tampak pada sejumlah indikator seperti penjualan mobil dan motor yang sudah kembali naik pada awal tahun ini, setelah mengalami penurunan pada 2024. Demikian juga penjualan semen yang sudah naik.
Tak hanya itu, Indeks PMI Manufaktur juga berada di level ekspansif yaitu 52,4%.
“Artinya, para pengusaha melihat ke depan mereka melihat demand-nya tinggi sehingga mereka meningkatkan belanjanya. Ini tanda-tanda suatu ekonomi yang berbalik. Tadinya di paruh tahun lalu, keadaan memburuk semua. Ternyata di awal tahun sekarang, sudah berbalik ke arah yang positif. Saya bilang ekonomi Indonesia bottoming out. Orang-orang di pasar modal suka itu pasti, kalau bottoming out saatnya masuk,” ujarnya.
Survei indeks kepercayaan konsumen yang dibuat oleh LPS, menurut dia, juga berada di atas 100 yang menunjukkan optimisme akan ekonomi Indonesia.
Leading economy index LPS yang menggambarkan ekonomi 6-12 bulan ke depan, kata dia, juga, masih ekspansif.
Dari sisi penyaluran kredit, tambah dia, juga masih tumbuh dobel digit. Bahkan kredit investasi tumbuh signifikan yaitu 14,62%.
“Itu level tertinggi selama beberapa tahun terakhir. Kalau investasi pasti melihatnya ke depan. Jadi, para pelaku bisnis kita sebetulnya sedang ekspansi,” ujarnya.
Menurut dia, tarif tinggi yang dikenakan pemerintah Amerika Serikat untuk impor barang yang masuk ke negara itu, malah menguntungkan Indonesia, karena tarif yang dikenakan kepada Indonesia yaitu 32%, lebih rendah dibandingkan kompetitor Indonesia di Asia seperti China, Vietnam, Kamboja, dan Bangladesh.
“Trump membantu daya saing produk kita di Amerika. Kalau itu diketahui investor di pasar mereka enggak panik, malah untung. Kita akan lebih bagus lagi. Jadi, kita enggak usah takut. Kita malah untung. Kalau begitu strategi negosiasinya seperti apa? Diamin saja. Tetapi, kita harus waspada, jangan sampai Vietnam dapat 0%. Itu utamanya. Ceteris paribus, kita untung, egggak usah takut,” ujarnya.
Leave a reply
