
BMKG Prediksi 2023 Lebih Kering dan Potensi Bencana Seperti Karhutla Serta Gempa

Tangkapan layar, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati/Iconomics
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan curah hujan pada 2023 lebih rendah dibandingkan dengan 3 tahun belakangan ini. Melemahnya fenomena La Nina, maka curah hujan awal tahun depan relatif lebih kering, berbeda dengan tahun sebelumnya yang menyebabkan hujan lebat di sejumlah wilayah Jabodetabek.
“Tapi sekarang diprediksi La Nina ini menjadi netral di sekitar bulan Maret-April 2023. Menurut analisis pakar klimatologi BMKG dengan melemahnya La Nina, berarti curah hujan relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2022,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan resminya, Kamis (29/12).
Dwikorita mengatakan, menurunnya tingkat intensitas curah hujan, maka potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bisa terjadi. “Kesimpulannya curah hujan secara umum relatif lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Ini berdampak mulai Mei-April (2023) itu relatif lebih kering daripada selama 3 tahun terakhir, sehingga potensi karhutla itu mulai meningkat,” ujar Dwikorita.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, kata Dwikorita, BMKG bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkoordinasi untuk mencegah terjadinya karhutla akibat kemarau itu.
“Mei (2023) itu mulai ada zona yang coklat, coklat itu artinya curah hujannya rendah, kalau curah hujan rendah itu konotasinya kering, sehingga saat kami berkoordinasi dengan Ibu Siti Nurbaya (Menteri LHK) jadi mulai disiapkan teknologi modifikasi cuaca, karena kalau tidak, kalau terlambat itu bisa mengarah kebakaran hutan,” ujar Dwikorita.
Musim kemarau dengan tingkat curah hujan kering, kata Dwikorita, juga masih akan terjadi pada periode Juni hingga September 2023. Untuk itu, kewaspadaan perlu diperhatikan, mengingat musim kemarau pada 2023 kembali seperti pada periode 2019.
“Jadi potensinya ada kemungkinan atau potensi untuk terjadinya karhutla itu meningkat, dibandingkan tahun lalu dan tiga tahun terakhir. Jadi ada potensi lebih kering, dan kurang lebih mendekati kondisi kemarau di tahun 2019,” kata Dwikorita lagi.
Masih kata Dwikorita, BMKG juga memprediksi potensi bencana alam yang akan terjadi berdasarkan gejala yang ditimbulkan dalam 3 tahun terakhir. “Potensi bencana gempa bumi dan tsunami masih ada tentunya, karena gejala 3 tahun terakhir ini trennya ada peningkatan aktivitas kegempaan yang dapat juga memicu terjadinya tsunami,” katanya.
Leave a reply
