Begini Penjelasan Kejagung dan BPKP soal Kerugian Negara di Kasus Duta Palma Group

0
629
Reporter: Rommy Yudhistira

Jampidsus

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut kerugian perekonomian negara dalam kasus dugaan korupsi perampasan lahan sawit PT Duta Palma Group meningkat dari sebelumnya Rp 78 triliun menjadi Rp 104,1 triliun. Peningkatan kerugian perekonomian negara itu meningkat setelah ahli auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyerahkan laporannya kepada penyidik Kejagung.

“Jadi awal penyidik menyampaikan kerugian negara itu Rp 78 triliun, sekarang sudah pasti hasil perhitungan yang diserahkan kepada penyidik dari BPKP dari ahli auditor itu kerugian negara senilai Rp 4,9 triliun. Untuk kerugian perekonomian negara senilai Rp 99,2 triliun,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah dalam keterangan resminya, Selasa (30/8).

Febrie mengatakan, pihaknya telah menyita aset Duta Palma untuk sementara ini sebanyak 40 bidang tanah yang tersebar di Jakarta, Riau, dan Jambi. Kemudian 6 pabrik kelapa sawit di Jambi, Riau, dan Kalimantan Barat dan 6 gedung dengan nilai yang cukup tinggi berlokasi di sekitar Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat.

Baca Juga :   Kolaborasi Gapki Bersama NU untuk Tingkatkan Produktivitas Petani NU

“Ada 3 apartemen di Jakarta Selatan, dan 2 hotel di Bali, dan 1 unit helikopter. Uang yang disita penyidik yang kita serahkan ke rekening penampungan sementara di Bank Mandiri, itu nilainya Rp 5,2 triliun, kemudian US$ 11 juta, SG$ 646,04 ribu,” ujar Febrie.

Berdasarkan informasi awal, kata Febrie, total aset yang tersita senilai Rp 11,7 triliun. Informasi tersebut nantinya akan ditinjau kembali pihak penaksir harga untuk menentukan jumlah yang sebenarnya dan 4 unit kapal tongkang yang disita di Batam dan Palembang.

“Intinya rekan-rekan penyidik masih menyelesaikan pemberkasan dan kita lihat nanti perkembangannya terhadap perkara ini baik tersangka lain, khususnya saat ini penyidik kita perintahkan untuk konsentrasi di aset-aset yang masih bisa kita lakukan penyitaan untuk kita tampilkan di proses persidangan,” ujarnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari bercerita, seluruh proses dan fakta yang ditemukan penyidik baik secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada keuangan dan perekonomian negara.

“Adanya alih kawasan hutan yang menjadi kebun tanpa pelepasan kawasan hutan, itu salah satunya, dan beberapa juga yang lain, termasuk adanya upaya suap kepada pihak tertentu dalam rangka memperoleh izin alih kawasan hutan,” kata Agustina.

Baca Juga :   Acer Group Indonesia Tambah Kapasitas Produksi di Lahan 10 Ribu Meter Persegi Daerah Bekasi, Jabar

Menurut Agustina, dalam kegiatan usaha di Indonesia yang melibatkan seluruh kekayaan negara, terdapat hak negara dalam usaha tersebut. Karena itu, penyimpangan yang dilakukan telah menimbulkan dampak tidak diperolehnya hak negara atas pemanfaatan hutan baik dalam bentuk dana reboisasi, provisi sumber daya hutan maupun lainnya.

“Dan kami hitung dengan jumlah untuk kerugian keuangan negara ada US$ 7,8 juta yang kalau dirupiahkan sekitar Rp 114 miliar, dan ada provisi sumber daya hutan, kemudian ada fakta-fakta mengalami kerusakan itu, sehingga ada biaya pemulihan kerugian kerusakan lingkungan jika dijumlah semuanya Rp 4,9 triliun,” kata Agustina.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics