Bea Cukai Tangkap Ratusan Ribu Ballpoint Palsu, Industri Domestik Terpukul

0
629

Bea Cukai Kementerian Keuangan menangkap barang impor pemalsuan merek yang dilakukan oleh PT PAM di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Barang impor tersebut adalah 858.240 buah ballpoint merek Standard AE7 Alfa Tip 0.5 Made in Indonesia dengan perkiraan nilai barang berkisar Rp1.019.160.000 yang diimpor melalui pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya tanggal 6 Desember 2019.

Dalam siaran pers, Bea Cukai menyebutkan bahwa kasus ini, bermula dari analisis transaksi impor yang dilakukan Bea Cukai atas importasi PT PAM yang diduga melanggar HKI. Bea Cukai menotifikasi kepada pemilik merek PT Standardpen Industries (PT SI) karena merek tersebut telah terekam dalam sistem otomasi kepabeanan barang-barang HKI. Kemudian, PT SI memberikan konfirmasi bahwa PT SI setuju dilakukan proses penangguhan sementara ke Pengadilan Niaga untuk dilakukan pemeriksaan bersama terkait keaslian atas merek barang tersebut dengan menyerahkan jaminan bank yang dipersyaratkan ke Bea Cukai Tanjung Perak. Pemeriksaan bersama dilakukan oleh Hakim Pengadilan Niaga, Panitera, Bea Cukai, saksi ahli, pemohon (PT SI), dan termohon (PT PAM). Hasil pemeriksaan bersama tersebut digunakan sebagai dasar untuk memutuskan asli tidaknya merek tersebut melalui proses Pengadilan Niaga.

Baca Juga :   Sri Mulyani: Jika APBN Cukup, Kami Akan Selamatkan Jiwasraya dan Pegawai Honorer

PT SI selaku pemilik/pemegang merek dapat menempuh tiga pilihan tindak lanjut. Pertama, dengan melaporkan tindakan pelanggaran merek HKI ke PPNS Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atau Penyidik Kepolisian Republik Indonesia sesuai sanksi pasal 99 UU Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2 Miliar.

Kedua, penyelesaian secara perdata dengan melaporkan ke Pengadilan Niaga Surabaya. Ketiga dengan penyelesaian secara alternative dispute resolution antara pemilik/pemegang merek dengan importir atau pelaku pelanggaran HKI.

PT SI merupakan industri dalam negeri yang memproduksi ballpoint merek Standard AE7. Dengan adanya pemalsuan merek ini, yang bersangkutan tidak hanya mengalami kerugian secara materiil saja namun juga mengalami kerugian non materiil yang lebih besar.

Kerugian non materiil yang dialami antara lain turunnya kepercayaan konsumen karena banyaknya keluhan akibat kualitas buruk dari adanya produk palsu tersebut. Perusahaan juga mengalami penambahan biaya promosi setiap tahunnya untuk membangun dan mempertahankan citra perusahaan. Selain itu, pangsa pasar juga rusak akibat pelanggan/toko-toko mendapat harga yang lebih murah dari pemalsu merek dan jumlah tenaga kerja berkurang karena kapasitas produksi turun, yang pada akhirnya rencana investasi pengembangan perusahaan di masa depan menjadi tidak pasti.

Baca Juga :   Kemenkeu Usul Kenaikan Pagu Anggaran Senilai Rp 938,25 Miliar di 2021

Oleh karena itu, penindakan atas barang impor/ekspor yang melanggar HKI sangat penting dalam melindungi industri dalam negeri terutama pemilik/pemegang merek/hak cipta maupun industri kreatif dalam negeri agar dapat tumbuh dan memiliki daya saing sehingga dapat berkontribusi kepada negara melalui pembayaran pajak.

Sejak 21 Juni 2018 dan sampai saat ini, sebanyak 7 merek dan 2 hak cipta telah terekordasi dalam sistem di Bea Cukai. Dengan adanya sistem ini, Bea Cukai dapat segera menotifikasi kepada pemilik/pemegang merek apabila terjadi dugaan importasi/eksportasi barang yang melanggar HKI.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics