APPI: Tren Permohonan Restrukturisasi Pembiayaan Mulai Melandai

0
184
Reporter: Petrus Dabu

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyatakan tren permohonan restrukturisasi pembiayaan saat ini sudah melandai meskipun masih akan terus naik beberapa waktu ke depan.

Restrukturisasi mulai dilakukan pada Maret lalu setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK No 11 tahun 2020 dan akan berakhir pada 31 Maret 2021.

“Harapan kita tentu tidak semuanya mengajukan restrukturisasi. Kalau semuanya mengajukan restrukturisasi tentu kita juga akan menjadi kesulitan,” ujar Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno dalam diskusi “Dilema Kredit di Masa Pandemi”, Rabu (10/6).

Suwandi mengatakan setelah kurang lebih tiga bulan berjalan, tren permohonan restrukturisasi pembiayaan mulai berkurang. “Artinya saat ini kita tidak akan melihat lagi lonjakan yang sangat tinggi terhadap permohonan restrukturisasi,” ujarnya.

Hingga 5 Juni 2020, OJK mencatat sebanyak 183 perusahaan pembiayaan yang terdaftar telah melakukan restrukturisasi kredit kepada 2,82 juta kontrak pembiayaan dengan nilai yang direstrukturisasi sebesar Rp 84,28 triliun. Suwandi mengatakan jumlah restrukturisasi tersebut sekitar 18% dari nilai kontrak pembiayaan.

Hingga Maret 2020 lalu, jumlah total piutang pembiayaan mencapai Rp 452,5 triliun, tumbuh 0,07% year on year (yoy). Diperkirakan tahun ini pertumbuhan industri pembiayaan akan negatif.

Baca Juga :   LPDB akan Berikan Fasilitas Restrukturisasi Kredit UMKM

“Terkait pertumbuhan yang tidak sesuai proyeksi bahkan akan minus, menurut saya untuk perusahaan pembiayaan [terjadi] karena penjualan kendaraan roda empat juga mungkin hanya akan ditutup di angka 500.000 unit menurut Gaikindo. Dan di sepeda motor juga akan jauh dari proyeksi awal,” ujar Suwandi.

Namun, Suwandi optimis setelah Covid-19 berlalu penjualan otomotif akan cepat pulih sehingga pembiayaan pun akan ikut bergairah.  Hanya saja industri pembiayaan juga menghadapi dilema. Walaupun pasca Covid-19 ada kebutuhan pembiayaan yang tinggi, tetapi apabila perbankan mengerem penyaluran kredit, maka otomatis likuiditas perusahaan pembiayaan juga ikut terkunci.

“Kita memang harus bekerja sama dengan perbankan dan perbankan juga harus percaya sama kita. Dan yang paling penting nasabah pun juga harus melaksanakan kewajibannya membayar kalau yang mampu. Jangan ikut-ikutan [restrukturisasi] Nah, ini yang menjadi masalah [ikut-ikutan],” ujarnya.

Industri pembiayaan juga harus bisa meyakinkan perbankan untuk tetap mengucurkan pinjaman kepada mereka, dengan model bisnis yang baru setelah Covid-19.

“Saya yakin bahwa industri otomotif ini akan tumbuh. Kita lihat apa yang terjadi di China, Wuhan, begitu selesai pandemi Covid-19 di sana, yang diserbu orang pertama kali adalah otomotif, kendaraan roda empat. Karena masyarakat takut naik public transportation. Kita pun pasti akan takut apalagi sekarang kita bicara mengenai new normal dengan PSBB transisi atau pun [dimana] ekonomi mau dibuka tapi sementara masih ada Covid-nya. Pasti siapa pun akan takut dan bakal berusaha memiliki kendaraan pribadi,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics