APBN Semester I/2023 Solid dan Pendapatan Naik 5,4% Dibandingkan Periode yang Sama Tahun 2022

0
237
Reporter: Rommy Yudhistira

Kementerian Keuangan menyebut kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Semester I/2023 dinilai tetap solid dan baik. Terlebih pendapatan negara telah mencapai 57,2% atau Rp 1.407,9 triliun dari total target yang ditetapkan pada 2023 atau naik 5,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Kalau kita lihat ini sudah relatif lebih normal karena sebelum-sebelumnya kita selalu melihat pendapatan negara pertumbuhannya cukup tinggi yaitu tumbuh double digit,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan resminya, Senin (24/7).

Sri Mulyani menuturkan, dari sisi belanja negara, pemerintah telah mengeluarkan Rp 1.255,7 triliun atau 41% dari target APBN tahun ini. Jumlah tersebut mengalami kenaikan tipis 0,9% secara tahunan (yoy).

Secara keseluruhan, kata Sri Mulyani, posisi APBN hingga Semester I/2023 masih berada pada kondisi surplus Rp 152,3 triliun atau 0,71% dari produk domestik bruto (PDB). Padahal, APBN 2023, didesain dengan posisi postur yang terbilang defisit.

“Jadi, hingga pertengahan tahun posisi positif ini memberikan keyakinan bahwa defisit tahun ini bisa kita jaga dan bahkan kita turunkan. Bahkan, keseimbangan primer Rp 368,2 triliun, ini cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar Sri Mulyani.

Baca Juga :   CIMB Niaga Auto Finance Cetak Laba Bersih Rp 243,92 M di 2021

Amatan perekonomian global, kata Sri Mulyani, menunjukkan kecenderungan pelemahan berdasarkan indikator Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur dari negara-negara yang dipantau. Sebanyak 61,9% negara-negara itu mengalami kontraksi PMI, atau berada di bawah 50%.

Negara-negara yang mengalami kontraksi PMI, kata Sri Mulyani, meliputi Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Vietnam, Italia, Brazil, Afrika Selatan, dan Singapura. Semua negara-negara ini mempengaruhi perekonomian dan perdagangan dunia.

“Jadi, pelemahan PMI manufaktur negara-negara ini memang perlu untuk kita waspadai. Apakah ini kecenderungan akan terus melemah, dan tentu pada akhirnya mempengaruhi kondisi dari dan kinerja perekonomian global,” ujar Sri Mulyani.

Sementara itu, lanjut Sri Mulyani, dari 23,8% negara yang diobservasi mengalami ekspansi melambat seperti Tiongkok, Thailand, Filipina, India, dan Rusia. Kemudian, 14,3% dari negara yang diobservasi mengalami ekspansi dan akseleratif, yang berarti berada di atas 50% dan terus melonjak yakni Indonesia, Turki, dan Meksiko.

“Indonesia terus bertahan pada posisi ekspansi dan bahkan sekarang akselerasi, sementara sebagian besar negara-negara yang merupakan pelaku ekonomi dunia mengalami kontraksi. Ini yang harus kita waspadai,” kata Sri Mulyani lagi.

Baca Juga :   Alibaba Cloud Siapkan Serangkaian Strategi Berkelanjutan di Tahun 2023

Dari sisi perdagangan, kata Sri Mulyani, memasuki Juni 2023, jumlah ekspor Indonesia tercatat US$ 20,61 miliar di mana angka tersebut turun 21,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selanjutnya, impor tercatat US$ 17,15 miliar atau turun 18,3% secara yoy. Surplus neraca perdagangan Juni 2023 sebesar US$ 3,45 miliar.

“Secara akumulasi (Januari-Juni), surplus mencapai US$ 19,93 miliar,” katanya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics