
Akademisi IPB Perkirakan Krisis Pangan Global Tidak Terjadi Tahun Ini

Dwi Andreas Santosa, Kepala Pusat Bioteknologi IPB University
Dwi Andreas Santosa, Kepala Pusat Bioteknologi IPB University memperkirakan krisis pangan global yang dikhawatirkan akan terjadi pada tahun ini dan tahun depan, tidak akan terjadi. Indeks harga pangan memang sempat melonjak mencapai level tertinggi, tetapi kini sudah kembali dalam tren menurun.
Menurutnya, perang antara Rusia dan Ukraina memang menyebabkan harga gandum naik 53%. Lalu, harga gandum makin bergejolak setelah India memutuskan menyetop ekspor gandum karena produksi yang menurun. Penyetopan ekspor gandum oleh India, menyebabkan harga gandum naik 6%.

Tren harga pangan/FAO
Namun, saat ini tren harga pangan kembali menurun. Per Juli lalu, berdasarkan data Badan Pangan Dunia (FAO), indeks harga pangan berada di level 140,9, menurun dari bulan sebelumnya yang berada di level 154,3.
Harga pangan dunia sempat mencapai level di atas 155 yaitu pada Maret, April dan Mei 2022 yaitu masing-masing sebesar 159,7; 158,4; dan 157,9. Kenaikan indeks harga pangan ini terutama disumbangkan oleh kenaikan harga komoditas vegetable oils. Sejak Februari hingga Juni 2022, indeks harga vegetable oils berada di atas level 200. Terakhir pada Juli lalu, indeks harga vegetable oils ini berada di level 171,1.
Meski demikian, menurut Andreas, komoditas utama penyumbang krisis pangan dunia adalah serealia. Selama harga serealia terkendali, menurut dia, krisis pangan tidak terjadi.
“Kalau kita lihat, komoditas utama penyebab krisis pangan dunia yang tertinggi, yang paling penting adalah serealia. Sehingga, mengapa tahun-tahun sebelumnya, walaupun FAO Price Index ini terus mengalami kenaikan tetapi kenaikan harga serealia tenang-tenang saja, kecuali akibat perang Rusia-Ukraina. Tetapi setelah itu turun lagi. Jadi, tenang-tenang saja, saya tidak percaya bahwa krisis pangan dunia akan terjadi tahun 2022 bahkan sampai tahun 2023 nanti,” ujar Andreas dalam diskusi ‘Menangkis Ancaman Krisis Pangan Global’ yang diselenggarakan oleh PATAKA 74, Selasa (9/8).
Indeks harga serealia pada Juli lalu beradasarkan data FAO berada di level 147,3; menurun dari posisi Juni yang sebesar 166,3. Indeks harga serealia melonjak tinggi sejak Maret 2022 akibat perang Rusia dan Ukraina yaitu sebesar 170,1 pada Maret; 169,7 pada April dan 173,5 pada Mei.
Menurut Andreas, pada tahun 2022 ini, FAO memperkirakan produksi serealia memang mengalami penurunan, tetapi relatif kecil yaitu 0,6%. Produksi gandum diperkirakan turun 1% akibat kekeringan di Eropa. Produksi beras juga diperkirakan turun 0,4% terutama karena turunnya produksi di Vietnam. Lalu, produksi biji-bijian kasar, seperti jagung, juga turun 0,5%. Produksi kedelai diperkirakan naik sekitar 11%.
“Kenaikan produksi kedelai ini yang mempengaruhi turunnya produksi minyak nabati di dunia. Sehingga minyak nabati diperkirakan akan turun terus hingga tahun 2023. Turunnya harga minyak sawit dunia yang tajam merupakan akibat kebijakan pemerintah Indonesia yang menutup ekspor dan kemudian membuka lagi yang disertai program akselerasi ekspor,” ujar Andreas.
Leave a reply
