
Adik Presiden Prabowo; Tidak Benar Semua PLTU Batu Bara Ditutup Mulai 2040

PLTU Suralaya, salah satu PLTU milik PLN Indonesia Power/Foto: RuangEnergi.com
Pemerintah belum menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap [PLTU] atau batu bara dalam waktu dekat, meski di sisi lain pemerintah melalui Perusahaan Listrik Negara [PLN] memiliki program membangun berbagai pembangkit energi terbarukan.
Hashim Sujono Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi mengatakan media massa salah mengutip pernyataannya terkait dengan rencana penutupan PLTU.
“Waktu itu saya disalah kutip oleh media, seolah-olah pemerintah Prabowo-Gibran akan menutup semua tenaga listrik batu bara atau tenaga uap mulai tahun 2040. Itu tidak benar. Itu salah kutip. Kita tidak mau bunuh diri secara ekonomi,” ujar Hashim saat menjadi pembicara dalam ESG Sustainability Forum 2025, Kamis (31/1).
“Kalau kita tutup, pusat listrik tenaga uap, ekonomi kita nanti akan hancur. Maka nanti itu berimbang. Setelah 2040 tidak bakal ada pusat-pusat tenaga uap baru. Itu yang dimaksud Pak Prabowo, maksud saya dan pemerintah,” ujar adik kandung Presiden Prabowo Subianto ini.
Hashim mengatakan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional, pemerintah menjaga keseimbangan, dengan membangun pembangkit yang ramah lingkungan.
“Tidak ada negara satu pun di bumi ini yang akan menutup pusat-pusat listrik tenaga uap. Tidak ada satu pun. Tenaga nuklir? Itu ada, yaitu Jerman. Tetapi Jerman sekarang merasakan dampak negatif dari penutupan tenaga nuklir. Karena perang Ukraina, impor gas yang murah dari Rusia terpaksa ditutup, sekarang Jerman mengalami stagnasi ekonomi. Indonesia tidak mau mengulangi pengalaman pahit yang dialami oleh negara-negara lain,” ujarnya.
Terkait dengan perubahan iklim, ia mengatakan, dalam program jangka panjang PLN yaitu dalam 15 tahun ke depan, akan membangun 103 GW pembangkit baru. Sebanyak 75% diantaranya, kata Hashim, adalah pembangkit dengan sumber energi baru dan terbarukan(renewable).
“Renewable antara lain dari mana? Geothermal atau panas bumi, tenaga bayu atau wind wower, tenaga surya atau matahari, dan juga dari biomassa,” ujarnya.
Pemerintah, kata Hashim, juga membangun 4,3 GW pembangkit tenaga nuklir dan juga SMR atau small modular reactor yang terapung (floating).
“Ini semua untuk menjawab tantangan dari perubahan iklim,” ujarnya.
Leave a reply
