
4 Tantangan Pengembangan Wakaf di Indonesia Menurut Wapres Ma’ruf Amin

Wakil Presiden Ma'ruf Amin/iconomics
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan upaya pengembangan perwakafan sebagai bagian dari fokus pengembangan dana sosial syariah di tanah air saat ini terus bergulir dan menunjukkan progres yang semakin baik.
Badan Wakaf Indonesia (BWI), sebagai regulator dan pengawas perwakafan tengah berupaya mengembangkan ekosistem perwakafan nasional. Namun, Wapres meyebutkan ada empat tantangan yang dihadapi saat ini. Pertama, membangun kepercayaan publik. Kedua, meningkatkan kapasitas dan kompetensi nadzir. Ketiga, literasi dan edukasi perwakafan dan keempat, harmonisasi kelembagaan dan peraturan perundangan-undangan.
“Kepercyaan publik terhadap pengelolana wakaf masih perlu untuk terus ditingkatkan. Hal ini diupayakan dengan pengembangan good waqf governance antara lain melalui implementasi Waqf Core Principles yang mencakup transparansi, akuntablitas dan pengawasan,” ujar Wapres dalam webinar ‘Era Baru Perwakafan melalui Transformasi Digital dan Penguatan Ekosistem’, Jumat (7/6).
Selain itu, kepercayaan publik juga bisa meningkat bila pengelolaan wakaf menggunakan e-service atau layanan wakaf berbasis elektronik serta memberikan dampak yang maksimum bagi penerima wakaf.
“Pemerintah mengapresiasi dukungan dan kontribusi yang diberikan oleh Bank Indonesia dalam memformualiskan Waqf Core Principles bersama BWI dan International Research of Training Institute Islamic Development Bank. Saya berharap ke depan Waqf Core Priciples ini dapat diimplementsaikan dengan lebih baik agar tata kelola lembaga-lembaga nadzir semakin meningkat dan pengelolaan harta wakaf serta penyalurannya menjadi semakin tepat sasaran,” ujar Wapres.
Terkait dengan peningkatan nadzir, Wapres mengatakan dilakukan antara lain dengan upgrading kompetensi secara berkelanjutan, magang dan sertifikasi. “Saat ini juga kita telah memiliki Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Nadzir yang disusun bersama oleh BWI dan Kementerian Agama, para nadzir, akademisi, dan para ahli. SKKNI ini menjadi sebuah prasyarat dan proses sertifikasi nadzir,”ujar Wapres.
Aganda yang perlu menjadi perhatian bersama juga adalah upaya pengembangan literasi dan edukasi perwkafan. Ia mengatakan tingkat literasi wakaf yang masih rendah, memerlukan upaya sosialiasi publik yang terstruktur. “Upaya lain yang dapat dilakukan adalah memasukan konten tentang wakaf yang lebih aplikatif dalam kurikulum sekolah guna meningkatkan pemahaman tentang wakaf sejak dini. Selain itu perlu pula sosialisasi wakaf melalui ceramah-cermah keagamaan dan kotbah jumat,”ujarnya.
Pemerintah juga berharap peran dari lembaga seperti Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia dan juga Bank Indonesia dalam mensosialisasikan perwakafan ini. Lembaga-lembaga ini juga dapat berkontribusi dalam penyusunan materi sosialisasi tentang wakaf dengan narasi yang mudah dipahamia oleh masyarakat.
Pelaksanaan pengelolaan wakaf saat ini masih berpendoaan pada UU No 41 tahun 2004 tentag wakaf yang telah berjalan lebih dari 15 tahun. “Sesuai dengan perkembangan ekonomi, layanan jasa keuangan, teknologi berbasis digital saat ini, dan keragaman bentuk harta wakaf, dirasakan perlu melakukan penyesuaian terhadap UU ini, agar dapat mengakomodasikan tuntutan berbagai perkembangan tersebut termasuk dalam hal kelembagaannya,” ujar Wapres.
Untuk itu, tambahnya, pemeritah berharap supaya harmonisasi kelembagaan dan revisi peraturan perundangan-undangan wakaf dapat dilaksanakan melalui koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dan BWI untuk mengakselerasi proses revisi undang-undang wakaf tersebut.
Leave a reply
