
10 Tahun Berjalan, Belum 100% Anggota GAPKI Kantongi Sertifikat ISPO

Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono/Theiconomics
Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) atau Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia sudah berjalan selama 10 tahun sejak 2011. Namun, hingga kini belum semua perusahaan sawit mengantongi sertifikat ISPO termasuk perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
“Sebenarnya tahun 2020, kita decalare bahwa GAPKI harus 100% ISPO. Itu suatu keniscayaanlah, enggak ada target lain selain 100% karena itu mandatori sehingga harus. Tinggal masalah waktunya,” ujar Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono dalam webinar Refleksi 10 Tahun ISPO yang digelar majalah Sawit Indonesia, Rabu (22/9).
Joko mengakui belum 100% anggotanya mengantongi sertifikat ISPO. Tetapi, ia menegaskan anggota GAPKI tentu serius untuk melakukan ISPO ini, apalagi ini sudah menjadi kewajiban sebaimana diatur dalam Perpres 44/2020.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian hingga 31 Desember 2020, pemerintah telah menerbitkan 755 sertifikat ISPO dimana 735 diantaranya diberikan kepada perusahaan baik swasta maupun PTPN, sementara sisanya diberikan kepada pekebun.
Joko mengatakan dari total jumlah perusahaan yang sudah mendapatkan sertifikat ISPO, 496 diantaranya adalah anggota GAPKI.
“Kita canangkan [100% ISPO] pada tahun 2020, namun ternyata banyak hambatan,” ujarnya.
Hambatan tersebut, menurutnya, tidak hanya pandemi Covid-19 yang membatasi adanya visitasi lapangan untuk auditor, juga karena adanya transisi dari ISPO yang lama ke ISPO yang baru.
Hambatan lainnya adalah dari aspek kelembagaan. Saat ini, Komite ISPO dan Sekretariat ISPO belum terbentuk. Padahal, lembaga ini diperlukan oleh pelaku usaha untuk berkonsultasi karena dalam implementasi ISPO ini ada sejumlah masalah yang perlu dikomunikasikan dan dikoordinasikan.
“Makanya perlu segera aktif itu Komite ISPO maupun Sekretariat sebagai pelaksana harian,” ujarnya.
Komite dan Sekretariat ISPO ini, menurut Joko, juga diperlukan karena ada sejumlah penyesuaian regulasi pasca adanya Undang-Undang Cipta Kerja.
“Jadi faktornya itu ada di semua tempat. Kalau kita bicara percepatan [ISPO], apalagi bicara 100% ISPO itu ada faktor yang memang harus kita selesaikan di internal GAPKI, ada faktor yang harus diselesaikan di pemerintah, ada faktor yang harus diselesaikan misalnya nanti di institusi lain,” ujarnya.
GAPKI sendiri, tambahnya sudah melakukan sejumlah upaya agar anggotanya melakukan sertifikasi. GAPKI misalnya sudah melakukan penyegaran sesuai dengan regulasi yang baru.
“Auditornya perlu kita refresh sehingga dia eligible untuk menangani (handle) sertifikasi di masing-masing perusahaan, karena kalau enggak terkendala dan kita sudah me-refresh semua auditor ISPO di perusahaan,” ujarnya.
GAPKI juga menurut Joko secara konsisten melakukan pelatihan-pelatihan atau clinic ISPO kepada anggota. Bahkan GAPKI sendiri memiliki ketua bidang implementasi ISPO yang mengurus percepatan implementasi ISPO ini.
Leave a reply
