
Utang BUMN Karya Menggunung, Ini Kata Mantan Sesmen Kementerian BUMN

Tangkapan layar YouTube, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu/Iconomics
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menilai kerugian yang ditanggun BUMN Karya saat ini setidaknya disebabkan 2 hal. Pertama, perubahan BUM jasa konstruksi menjadi perusahaan investasi dan jasa konstruksi. Itu sebabnya, ada banyak pembangunan apartemen di dekat jalan tol dan bandara.
“Semua perusahaan jasa konstruksi menjadi pemilik saham, padahal keahlian untuk mengelola apartemen, misalnya, sama sekali tidak ada,” tutur Said Didu dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (9/4).
Hal kedua, kata Said Didu, penugasan pembangunan infrastruktur yang secara ekonomi sebenarnya tidak layak. Merujuk kepada Undang Undang BUMN khusus pada Pasal 66, maka direksi bisa menyampaikan bahwa pemerintah wajib menambah atau membantu untuk menutupi kerugian BUMN yang dipersiapkan lewat APBN.
Menurut Said Didu, berkisar 2016-2017, kebijakan yang dibuat negara cukup bagus karena memberikan penyertaan modal kepada BUMN yang membangun infrastruktur karena penugasan namun tidak layak secara ekonomi. Sejak 2017 diputuskan untuk tidak lagi memberikan penyertaan modal negara (PMN).
Karena itu, kata Said Didu, BUMN konstruksi yang mendapat penugasan dari negara untuk membangun infrastrukur tapi tidak layak secara mencoba mendapatkan pembiayaan dari utang. Yang jadi masalah keuntungan bersih BUMN itu rata-rata hanya 4%, sementara pembiayaan dari utang bunganya bisa mencapai 12%.
“Jadi, kita bisa pastikan BUMN konstruksi itu akan rugi karena keuntungan bersihnya sangat rendah. Ada 2 keuntungan BUMN konstruksi yakni pelaksanaan dan pengelolaan infrastruktur yang dibangun. Saya sudah perkirakan jika tidak ada PMN 2018-2019, maka Kementerian BUMN akan panen proyek mangkrak di 2021,” kata Said Didu.
Lantas mengapa di 2021? Menurut Said Didu, semua proyek infrastruktur berdasarkan penugasan negara yang tidak layak secara ekonomi itu sudah rampung. Jika sudah demikian, akan muncul 3 beban biaya yang ditanggung sekaligus.
“Beban operasional, beban bayar utang dan beban penyusutan. Sementara pendapatan dari awal dinyatakan tidak layak,” kata Said Didu.
Sebelumnya, total utang BUMN Karya yang terdiri atas Adhi Karya sebesar Rp 34,9 triliun, Waskita Karya Rp 91,76 triliun, PTPP Rp 39,7 triliun, dan Wijaya Karya Rp 45,2 triliun disebut sebagai lampu merah. Soalnya, debt to equity ratio (DER) BUMN Karya itu sudah melebih batas wajar. DER Adhi Karya, misalnya, 5,76 kali dari pendapatan kotor, Waskita Karya 3,42 kali, PT PP Properti Tbk 2,90 kali, PTPP 2,81 kali, dan Wijaya Karya 2,70 kali.
Leave a reply
