
Tahun Depan Ekonomi Global Melambat, BI: Ekonomi Indonesia Tetap Tumbuh Tinggi

Ilustrasi denyut ekonomi di Indonesia/Dok. Iconomics
Bank Indonesia memandang ekonomi Indonesia pada tahun 2023 masih akan tetap tumbuh tinggi, di tengah tren pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan pertumbuhan positif ekonomi Indonesia tidak terlepas dari sinergi yang baik antara kebijakan fiskal dan moneter.
Perry mengatakan Bank Indonesia memang menaikkan suku bunga acuan, tetapi dilakukan secara terukur untuk menurukan kembali tingkat inflasi yang pada Oktober lalu berada di level 5,71% year on year. Tidak agresifnya Bank Indonesia menaikkan suku bunga terjadi karena tingkat inflasi di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Amerika Serikat. Terkendalinya inflasi di Indonesia diantaranya terjadi karena adanya subsidi energi dari pemerintah, serta berbagai upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia dari sisi pasokan pangan. Sementara bank sentral negara lain lebih agresif menaikkan suku bunga karena tingkat inflasinya jauh lebih tinggi akibat harga energi dan pangan yang melonjak.
“Bank Indonesia memproyeksikan kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2023 tetap akan baik. Seberapa jauh angka-angkanya akan kami sampaikan dalam pertemuan tahunan Bank Indonesia tanggal 30 November 2022,” ujar Perry dalam konferensi pers, Kamis (17/11).
Seperti diumumkan BPS, pada triwula ketiga 2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,72% (yoy). Pertumbuhan yang lebih tinggi dari perkiraan ini ditopang oleh berlanjutnya perbaikan permintaan domestik dan tetap tingginya kinerja ekspor. Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada peningkatan pertumbuhan mayoritas Lapangan Usaha, terutama Industri Pengolahan, Transportasi dan Pergudangan, serta Perdagangan Besar dan Eceran.
Secara spasial, perbaikan ekonomi ditopang oleh pertumbuhan yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan pertumbuhan tertinggi tercatat di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), diikuti Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), Jawa, Kalimantan, dan Sumatera.
Perry mengatakan berbagai indikator bulan Oktober 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur mengindikasikan terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi domestik.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diprakirakan tetap kuat, khususnya batu bara, CPO, besi dan baja, serta ekspor jasa, seiring dengan permintaan beberapa mitra dagang utama yang masih kuat didukung kebijakan Pemerintah.
“Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diperkirakan tetap bias ke atas dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5 – 5,3%. Pertumbuhan ekonomi pada 2023 diperkirakan tetap tinggi didorong oleh permintaan domestik serta kinerja ekspor yang tetap positif di tengah risiko lebih dalamnya perlambatan perekonomian global,” ujar Perry.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 akan menurun dari 2022, dengan risiko koreksi yang dapat lebih rendah dan resesi yang tinggi di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Perlambatan ekonomi global dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif. Sementara itu, tekanan inflasi dan inflasi inti global masih tinggi sejalan dengan terus berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan keketatan pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa, di tengah pelemahan permintaan global.
Merespons tekanan inflasi tinggi tersebut, bank sentral di banyak negara terus memperkuat pengetatan kebijakan moneter yang agresif. Kenaikan Fed Funds Rate yang diperkirakan hingga awal 2023 dengan siklus yang lebih panjang (higher for longer) mendorong tetap kuatnya mata uang dolar AS sehingga memberikan tekanan pelemahan nilai tukar di berbagai negara. Tekanan pelemahan nilai tukar tersebut semakin meningkat sejalan dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Aliran keluar investasi portofolio asing menambah tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Leave a reply
