
Soal Hilirisasi Batu Bara, Bukit Asam Gagas Proyek Beyond Coal

Bukit Asam menggagas proyek gasifikasi dari 5 hingga 6 tahun ke depan/Istimewa
Iconomics – Dalam pidato kenegaraannya pada 16 Agustus lalu, Presiden Joko Widodo sempat menyinggung percepatan proyek hilirisasi. Dalam berbagai kesempatan, Jokowi memang acap mengatakan bahwa industri mineral dan sumber daya alam tak sekadar mengekspor bahan mentah, tapi harus diolah menjadi produk jadi.
Dengan mengolah bahan baku itu menjadi produk jadi, maka akan memberi nilai tambah kepada negara. Juga bisa menekan impor. Salah satu yang disinggung Jokowi adalah soal hilirisasi batu bara menjadi menjadi dimethylether (DME). Di samping DME, Jokowi juga menyinggung hilirisasi industri nikel menjadi ferro nikel sehingga menambah nilai nikel Indonesia hingga 4 kali lipat.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, subsidi LPG di 2018 mencapai Rp 64 triliun. Angka itu melampaui subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) yang tercatat hanya Rp 33 triliun.
Soal hilirisasi batu bara ini, PT Bukit Asam telah menjadikannya sebagai program utama untuk 5 hingga 6 tahun ke depan. Bahkan perusahaan ini telah menandatangani kerja sama dengan PT Pertamina untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture/JV) untuk memproduksi DME dalam bentuk gas.
Pidato Jokowi soal hilirisasi baru bara itu, menurut Dirut PT Bukit Asam Arviyan Arifin sebagai bentuk perhatian dan dukungan penuh pemerintah terhadap proyek gasifikasi. Arviyan pun menyampaikan apresiasinya atas kepedulian pemerintah itu.
“Harapan kita begitu. Dengan hilirisasi ini kita dapat meningkatkan nilai tambah dari batu bara. Juga dapat mengurangi polusi akibat pemakaian batu bara,” kata Arviyan ketika dihubungi melalui pesan aplikasi Whatsapp beberapa waktu lalu.
Dikatakan Arviyan, gasifikasi merupakan transformasi bisnis yang dilakukan Bukit Asam agar perusahaan ini bisa bertahan hingga ratusan tahun ke depan. Soalnya batu bara, kata Arviyan, dari waktu ke waktu akan habis digali atau karena tidak dipakai. Yang lebih mengerikan adalah apabila batu bara itu tidak dipakai. Namun, jika karena habis dipakai, cadangan batu bara kita diperkirakan masih akan bertahan lebih dari 100 tahun.
Masalahnya adalah apabila tidak ada yang mau menggunakannya lagi. Salah satu isu yang seringkali menerpa batu bara adalah tidak ramah lingkungan. Itu sebabnya, berbagai negara cenderung tak lagi menggunakan batu bara sebagai bahan dasar pembangkit listrik. Alasannya: mencemarkan udara alias polusi. Negara-negara maju bahkan telah membatasi penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Dikatakan Arviyan, Eropa sudah melarang penggunaan batu bara untuk PLTU. Jerman, misalnya, antara 2021 hingga 2022 sudah tidak akan ada lagi PLTU. Semuanya sudah masuk kepada energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Oleh karena itu, Indonesia, demikian Arviyan, cepat atau lambat atau sekitar 30 tahun lagi juga tidak akan menggunakan PLTU. Negara ini juga akan menggunakan energi terbarukan seperti matahari dan lain sebagainya. Jika itu terjadi, maka otomatis Bukit Asam akan mati. Agar tetap bisa hidup hingga ratusan tahun lagi, maka transformasi bisnis adalah kunci. Beyond Coal. Itulah program transformasi bisnis yang sedang dan akan dijalankan Bukit Asam. Perusahaan tidak lagi sekadar menggali, mengangkut dan menjual batu bara. Tetapi harus diproses sebagai produk jadi yang punya nilai tambah.
Lantas apa yang akan diperoleh Bukit Asam dari transformasi itu? Pertama, pengurangan batu bara sebagai sumber bahan bakar PLTU, maka akan mengurangi polusi atau pencemaran udara. Kedua, Bukit Asam akan mendapat nilai tambah dari produk jadi yang bahan dasarnya dari batu bara. Jadi tidak lagi hanya menggali, mengangkut dan menjual. Proses inilah yang disebut Arviyan sebagai hilirisasi.
Selain dengan Pertamina, untuk proyek gasifikasi ini, Bukit Asam juga menggandeng Air Products and Chemicals Inc. perusahaan berbasis di Amerika Serikat. Kerja sama dengan nilai proyek antara US$ 3 hingga 4 miliar itu untuk mengolah batu bara menjadi DME dan syntheticnatural gas (SNG). Sementara produk turunannya, Bukit Asam akan bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero), PT Chandra Asri dan PT Pupuk Indonesia. Dengan kerja sama ini, Arviyan optimistis Bukit Asam akan menjadi perusahaan beyond coal dalam waktu 5 hingga 6 tahun ke depan.
Dengan konsep demikian, perusahaan akan mampu bertahan dalam menghadapi perkembangan zaman. Dan akan tetap hidup hingga 100 tahun lagi. [*]
Leave a reply
