
Potret IPM Indonesia, Sudah Seberapa Baguskah Kualitas SDM Kita?

Keceriaan anak-anak Papua. Indeks Pembangunan Manusia di Papua masih pada level sedang tetapi ada peningkatan dari tahun ke tahun. (Foto: IDN)
Periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo menjadikan pembangunan manusia sebagai fokus utama. Itu artinya, kualitas sumber daya manusia yang menjadi perhatian. Banyak dana akan digelontorkan untuk mencapai tujuan ini.
Bagiamana potret kualitas sumber daya manusia Indonesia saat ini? Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan tahun 2019 lalu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mencapai 71,92. Sejak 2010, tren IPM Indonesia terus meningkat dari 66,53 pada 2010. Selama periode 10 tahun itu, rata-rata pertumbuhan IPM Indonesia sebesar 0,87% per tahun.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto mengatakan metode yang digunakan BPS dalam menghitug IPM ini mengacu pada panduan dari United Nations Development Program (UNDP). Ada tiga dimensi yang dilihat. Pertama, kesehatan yang diukur dari Umur Harapan Hidup (UHH) saat lahir.
Kedua, Pendidikan yang dilihat dari dua indikator yaitu Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS).
Ketiga, standar hidup layak yang dilihat dari indikator Pengeluran Per Kapita yang disesuaikan (PPP). Ia menjelaskan indikator pada komponen ketiga ini yang sedikit berbeda dengan UNDP karena UNDP menggunakan Gross Natioal Income (GNI). Karena Indonesia ingin mengitung IPM hingga level provinsi dan kabupaten maka menggunkan indikator pengeluran per kapita.
Kenaikan IPM tahun 2019 lalu, terjadi karena adanya kenaikan pada semua komponen pembentuknya. Indikator Umur Harapan Hidup saat lahir misalnya selama periode 2010-2019 meninkat dari 69,81 tahun pada 2010 menjadi 71,34 tahun pada 2019 atau rata-rata tumbuh 0,24% per tahun.
Demikian juga dimensi pengetahuan yang dilihat dari dua indikator yaitu Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah. Anak-anak yang pada 2019 berusia 7 tahun memiliki harapan dapat menikmati Pendidikan selama 12,95 tahun atau hampir setara dengan masa pendidikan untuk menamatkan jenjang diploma satu. Sedangkan penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempu Pendidikan selama 8,34 tahun atau hampir setara dengan masa pendidikan untuk menamakan jenjang kelas IX.
Pada periode 2010-2019, Rata-rata Lama Sekolah di Indonesia bertambah 0,88 tahun atau tumbuh 1,25%. Pertumbuhan yang positif ini tentu saja menjadi modal penting dalam membangun kulitas manusia Indonesia yang lebih baik.
Sedangkan Rata-rata Harapan Lama Sekolah meningkat sebesar 1,66 tahun atau tumbuh 1,54%. Meningkatnya harapan lama sekolah menjadi sinyal positif bahwa semakin banyak penduduk yang bersekolah.
Bagaimana dengan dimensi standar hidup layak? Pada 2019, pengluran per kapita yang disesuaikan (PPP) masyarakat Indonesia mencapai Rp 11,3 juta per tahun. Tahun 2010 lalu, tingkat PPP masih berada di Rp 9,4 juta per tahun. Dalam peride 10 tahun ini, pertumbuhannya sebesar 2,02% per tahun.
Belum Merata
Persoalannya, kondisi IPM ini belum merata bila dilihat per provinsi. IPM pada level provinsi berkisar antara 60,84 (Papua) hingga 80,76 (DKI Jakarta). Pada dimensi umur panjang dan hidup sehat, Umur Harapan Hidup saat lahir berkisar antara 64,82 tahun (Sulawesi Barat) hingga 74,92 tahun (DI Yogyakarta).
Sementara pada dimensi pengetahuan, Harapan Lama Sekolah berkisar antara 11,05 tahun (Papua) hingga 15,58 tahun (DI Yogyakarta). Serta, indikator Rata-rata Lama Sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas berkisar 6,65 tahun (Papua) hingga 11,06 tahun (DKI Jakarta).
Sementara Pengeluran Per Kapita (PPP) yang disesuaikan berkisar antara Rp 7,3 juta per tahun (Papua) hingga Rp 18,5 juta per tahun (DKI Jakarta).
Suhariyanto mengatakan IPM ini penting untuk melihat perkembangan keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia dari segi pendidikan, kesehatan dan standar hidup layak. Selain itu, IPM juga dipakai pemerintah sebagai indikator dalam menentukan dana alokasi umum (DAU) ke daerah dan sebagai indikator dalam memberikan dana insentif daerah.

Senyum anak-anak Nusa Tenggara Timur. IPM di NTT masih pada level sedang tetapi tumbuh tinggi pada tahun 2019 lalu. (Foto: The Iconomics)
Ada tiga status IPM ini yang perlu menjadi perhatian. Untuk IPM di bawah 60 masuk dalam kategori rendah. Sedangkan 60-70 kategori sedang dan 70-80 bersatus tinggi. Kemudian, IPM di atas 80 masuk kategori sangat tinggi.
“Jadi dengan melihat angka ini berarti IPM Indonesia berstatus tinggi. Beberapa bulan yang lalu UNDP juga menghitung hal yang sama bahwa IPM Indonesia status tinggi. Tentunya ini progress yang menggembirkaan dan ke depan kita harus berupa terus supaya IPM ini meningkat terus dari waktu ke waktu,” ujarnya di Jakarta, Senin (17/2).
Hingga saat ini, terdapat 22 provinsi yang berstatus pembangunan manusia tinggi yaitu: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Sisanya adalah dalam kategori pembangunan manusia berstatus sedang. Sejak 2018, tidak ada lagi provinsi di Indonesia yang pembangunan manusianya berstatus rendah.
Pada periode 2018-2019, IPM semua provinsi mengalami kenaikan. Pada periode ini, tiga provinsi yang paling cepat kenaikannya adalah Papua Barat (1,51%), Maluku Utara (1,39%) dan NTT (1,3%).
Leave a reply
