Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok Alami Perlambatan di Kuartal III

Data resmi menunjukkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal (3 bulanan) ketiga hanya mencapai 6%. Pertumbuhan ini disebut paling lambat dalam 3 dekade terakhir. Penyebabnya antara lain permintaan domestik yang menurun dan berlarut-larutnya perang dagang antara AS dan Tiongkok.

Biro Pusat Statistik Tiongkok menyebutkan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga itu mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kuartal kedua yang tumbuh 6,2%. Data BPS Tiongkok itu sesuai dengan survei AFP terhadap 13 analis yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi negeri tirai bambu itu di kisaran 6% hingga 6,5% untuk tahun ini.

Angka ini disebut pertumbuhan kuartal ketiga terburuk sejak 1992. Untuk tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 6,6%. Juru bicara BPS Tiongkok Mao Shengyong mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional itu terutama dari kuartal pertama dan ketiga tumbuh stabil.

Akan tetapi, pemerintah juga sadar pertumbuhan itu sebagai akibat dari kondisi ekonomi yang tidak pasti baik di dalam negeri maupun luar negeri. Juga karena melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan meningkatnya ketegangan sehingga menekan pertumbuhan.

Adapun sektor yang tumbuh terutama untuk jasa dan manufaktur teknologi tinggi. Sementara untuk lapangan pekerjaan disebut stabil. Langkah terbaru Tiongkok untuk menopang pertumbuhan ekonomi mereka, bank sentral menyuntikkan sekitar 200 miliar yuan atau setara US$ 28 miliar ke sistem keuangan mereka melalui fasilitas pinjaman jangka menengah kepada bank. Itu dimaksudkan untuk menjaga likuiditas perbankan.

Upaya tersebut belum mampu mengimbangi tekanan karena menurunnya permintaan dalam negeri. Perang dagang lantas menambah tekanan terhadap perekonomian Tiongkok sehingga Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan negara tersebut dari 6,2% menjadi 6,1% tahun ini.