
Pertamina Siapkan Strategi Bisnis karena Transformasi Energi Menuju EBT

CEO Pertamina New & Renewable Energy Dannif Danusaputro/Iconomics
PT Pertamina (Persero) sedang menyiapkan strategi perubahan bisnis yang sudah dijalankan selama ini. Dengan munculnya wacana transformasi energi menuju energi baru terbarukan, memaksa Pertamina untuk melakukan transisi bisnisnya.
CEO Pertamina New & Renewable Energy Danif Danusaputro menuturkan, Pertamina mendominasi bisnis gas dan minyak dari ekstraksi hingga distribusi. Sebagaimana di negara-negara lain, transformasi energi diprediksi membuat bisnis hydrocarbon melandai.
Dari berbagai data, kata Danif, beberapa negara sudah menargetkan untuk mencapai net zero carbon pada 2060 hingga 2070. Bahkan, di beberapa negara maju, net zero emission ditargetkan pada 2030.
“Jadi kita tahu bahwa bisnis hydrocarbon ini akan melandai dan juga mungkin akan turun, kita harus bersiap-siap melakukan energi transisi,” kata Danif dalam acara Tripatra Engineering Sustainable Summit di Pullman Hotel Central Park, Jakarta, Jumat (13/10).
Karena itu, kata Danif, pembentukan subholding Pertamina New & Renewable Energy bertujuan membuat Pertamina menjadi perusahaan energi yang memiliki nilai dan kontribusi yang signifikan. Di sisi lain, besarnya sumber daya alam milik Indonesia juga harus digali lebih dalam potensinya.
Seperti diketahui, kata Danif, Indonesia memiliki beragam sumber daya alam seperti energi surya, geothermal, hydro power, dan tidal power. “Itu kalau saya melihat sisi resources sangat besar, pemanfaatannya masih sangat kecil. Kebetulan pertamina memiliki bisnis di tempat subholding ini, adalah bisnis geothermal,” ujar Danif.
Meski demikian, kata Danif, kekayaan alam milik Indonesia itu belum sepenuhnya dimanfaatkan. Untuk itu, Pertamina berupaya membuka potensi sumber daya alam tersebut dengan berkolaborasi bersama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Untuk mewujudkan hal itu, kata Danif, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi. Salah satu yang masih menjadi persoalan ialah belum adanya regulasi yang bisa saling melengkapi, sehingga pergeseran energi menuju energi baru terbarukan bisa dicapai.
“Itu juga harus kita seimbangkan, tapi saya melihat itu dari sisi opportunity kita melihat solar, surya, itu sangat besar. Karena kita sebagai negara berkembang, itu dari sisi regulasinya masih terus berkembang. Dan ini juga terjadi di seluruh dunia,” tuturnya.
Leave a reply
